Rabu, 20 April 2016

Wafa,Polisi Cilikku


Sudah 2 minggu Wafa berlatih untuk lomba Polisi Cilik bersama 30 orang temannya.Sore itu,sembari menunggu latihan selesai jam 17.00 aku memandangi wajah peserta.Latihan sejak pagi menyisakan letih di wajah anak-anak usia SD itu.Tapi tampaknya tak ada yang menyerah. Karena dibalik letih yang mereka rasakan,ada kesenangan lain yang membuatnya bertahan.
Teringatku ketika Wafa mengabarkan diutus untuk ikut seleksi di Polres bersama beberapa temannya dari SDIT,aku menanggapi biasa saja.Karena kuanggap seleksi biasa untuk membuat tim polisi cilik sama seperti dokter kecil yang telah ada sebelumnya di sekolahnya. Dan kamipun tak mendapat info apa-apa mengenai kelanjutan setelah lulus seleksi.
Hari kelima seleksi,peserta dari 5 SD se-Kota Pariaman yang totalnya lebih 100 orang mengerucut menajadi sekitar 60 peserta dan terseleksi akhir menjadi 31 orang.Dan wafa termasuk salah satu di antaranya.dari 31 anggota tim terseleksi itu,ada 4 orang yang terpilih dari SDIT MUTIARA,tempat Wafa bersekolah.Aku sebagai ibu yang terkadang tidak yakin dengan kemampuan Wafa,agak kaget juga ketika dia masuk tim.Tidak menyangka ternyata dia memiliki suatu bakat dalam baris-berbaris.
Sesudah anak terseleksi,barulah orangtua mendapat kabar bahwa latihan akan dilaksanakan setiap hari sejak pukul 8.00 pagi hingga pukul 17.00 di sore hari.Otomatis anak pun tidak sekolah hingga 3 minggu ke depannya sampai lomba selesai diikuti.Aku serta merta menjadi ibu yang galau.Bagimana tidak galau? Anak akan ujian semester satu bulan lagi.Jika dia tidak sekolah,bagaimana pelajarannya?ternyata yang resah tidak aku saja,semua orangtua peserta merasakan juga.Namun kepala sekolah mengatakan anak telah diber izin,selanjutnya orangtualah yang harus mendampingi anak mengulang pelajaran di rumah.
Kucoba menyampaikan pilihan pada Wafa,lanjut ikut latihan dengan konsekuensi tidak sekolah atau berhenti ikut karena harus sekolah.Wafa menanggapi opsi pertama dengan diam namun matanya berkaca-kaca menggambarkan kekecewaan.Sudah jelas,bahwa ia ingin tetap ikut.Dan akupun makin galau!Suatu kegalauan yang wajar kan?
Tapi aku berbeda pendapat dengan abi Wafa.Malah dia melihat suatu keuntungan positif jika ikut ajang ini.Abi nya berpendapat bahwa kegiatan seperti ini akan memberikan suatu pengalaman baru pada anak,terutama kedisiplinan.Kelak suatu saat Wafa akan merasakan manfaatnya,katanya.Akhirnya dengan setengah berat hati aku mengikuti saja.Dan ketika ada anak yang menangis ketika tidak lulus seleksi membuatku melihat melihat bahwa dari sudut pandang si anak kegiatan ini sangat menarik.Mungkin Wafa-ku merasakan hal yang sama.Yah..baiklah…
Setiap sore pulang berlatih,Wafa membawa cerita baru.Tentang teman-teman,tentang kebersamaan,tentang kakak –kakak pelatih,tentang perlombaan.Dan rencana mengulang pelajaran sekolah setiap amlam tampaknya hanya dalam agenda.Karena jangankan membuka buku,setiap selesai shalat isya,Wafa telah jatuh tertidur.
Karena aktivitas latihan berlangsung seharian,banyak aktivitas nya berbeda dengan sekolah.Biasanya di sekolah Wafa shalat dhuha dan zuhur berjama’ah.Di tempat latihan hal ini tentu berbeda.Karena walaupun peserta rata-rata diatas usia 10 tahun,shalat belum menjadi aktivitas bagi anak-anak itu.Mereka hanya bermain saat istirahat.Ini yang membuatku sedikit berdebat dengan Wafa di hari pertama dia latihan.Saat menjemputnya kutanya apakah tadi shalat zuhur,jawabannya belum.Alasannya,tidak ada teman yang shalat dan tidak ada tempat shalat.Kukatakan bahwa aula tempat latihan kan bisa dipakai menjadi tempat shalat,dia malah bilang aulanya kotor.Esoknya Wafa membawa mukenanya sendiri dan ternyata sesudah diperhatikan,dekat dengan aula ada mushalla kecil yang letaknya di dalam sebuah kantor. Semoga Wafa tetap istiqamah dengan shalatnya dan semoga ia bisa mengajak temannya untuk bersama tidak meninggalkan shalat zuhur.Sebenarnya ada sedikit ancaman sih..(sstt..) “Kalau kakak ikut latihan ini tapi malah meninggalkan shalat,bagaimana mau berkah latihannya?Kalau latihan membuat kakak lupa shalat,berhneti saja ikut latihan.”
Dan ancamanku tampaknya ‘sedikit’ berpengaruh padanya.
Huft! 
Banyak hal lain yang harus menjadi perhatian dalam mentarbiyah anak seusia ini.Dan moment seperti ini menjadi pembuktiannya,bagaimana kebiasaan yang telah dilakukan di sekolah apakah tampak pada aktivitas di luar lingkungan sekolah.Jika di rumah perihal shalat selalu kami kontrol, momen seperti ini menjadi pembuktian,apakah karakter pribadi yang menjaga shalat telah lekat pada dirinya.
Semoga
Dan hidayah Allah yang akan menjaga itu.
Siang sesudah hujan,awal April 2016

Minggu, 17 April 2016

Memoar di April

Bulan April ini adalah bulan bersejarah.Tepatnya 11 tahun yang lalu aku melahirkan si putri sulung kami,Wafa.Tanggal 23 esok,dia akan berulang tanggal,bulan dan tahun kelahirannya.
Mengandung anak sulung adalah pengalaman baru bagi seorang calon ibu tentunya. Begitupun denganku.Mengoleksi dan membaca buku perawatan bayi,pengasuhan anak,psikologi anak.Paling bersemangat membuat list kebutuhan calon anak dan bingung berbelanja baju bayi (saking cantik semuanya..:)).
Tapi pengalaman yang paling berkesan adalah keterkejutan yang kualami selama mengandung Wafa.Sebulan Wafa dalam kandungan,rumah dinas kebun kami di perkebunan sawit Bintara Tani Nusantara II,Pasaman Barat dibakar massa demonstran yang memprotes perusahaan.Saat itu suami bekerja sebagai staf afdeling yang dibakar.Di depan mata, rumah semi permanen itu dilalap sijago merah beserta isinya hingga jadi abu dan arang.Terkejut? pastinya.Di Desember 2004, gempa dan tsunami Aceh menggemparkan Indonesia.Karena perkebunan dekat dengan pantai Air Bangis,ayunan gempa terasa kuat.Merasa sedikit cemas juga.Januari 2005,saat Wafa 6 bulan dalam kandungan suami memutuskan resign dari perusahaannya .Keputusan ini merupakan akumulasi ketidaknyamanannnya akan pola manajemen perusahaan yang tidak fair.Sebagai istri dan calon ibu,sejujurnya hati ketar-ketir juga.Tapi tarbiyah mengajarkanku untuk tetap yakin bahwa Allah Maha Luas rezekiNYA.InsyaAllah rezeki anak akan datang walaupun ayahnya saat ini pengangguran.Kami pun pindah ke Pariaman dan menumpang tinggal di rumah mertua. April 2005,gempa besar mengguncang Pariaman.Bayang -bayang tsunami Aceh 5 bulan yang lalu memaksa kami mengungsi  ke daerah ketinggian.Karena rumah mertua cuma berjarak 200 m dari tepi laut.Selama 2 hari kami tinggal di bawah tenda di lapangan bersama pengungsi lainnya hingga situasi terasa aman. 
Mengalami itu semua,insyaallah aku tidak sampai mengeluarkan airmata dan meratapi keadaan.Ada sebuah ketegaran yang kudapatkan.Kuyakin bukan muncul dari hatiku yang sebenarnya saja tetapi juga bukti kekuatan sang calon bayi yang kukandung.Aku yakin aku bisa kuat karena calon anakku pasti orang yang kuat.Jika dia akan menjadi manusia yang kuat,dia harus tegar dan menjauhi ketakutan sejak dini.Karena kita yakin Allah tidak jauh-jauh dari kita.PerlindunganNYA selalu ada.Setidaknya,DIA memberi ketenangan dalam kegelisahan, kelapangan hati dan fikiran walaupun keadaan sebenarnya cenderung mengajak berfikir sempit.
Yang paling kuyakini,keadaan yang Allah tunjukkan itu belumlah seberapa dibanding perjuangan seorang calon ibu di tengah negara yang berperang,di tengah bencana besar.Ini baru segelintir yang Allah tunjukkan sebagai sarana tarbiyah dan mendewasakan diri serta mendekatkan diri pada kebesaranNYA.Dan semoga fikiran yang kita miliki seperti itu akan dirasakan anak yang kita kandung dan dia akan membesar dengan pemikiran positif terhadap Allah. 

Rabu, 13 April 2016

My Little Hijaber,Wafa


Hari ini hari ketiga Wafa tidak sekolah.Berarti sudah tiga hari Wafa mengikuti latihan rutin tim polisi cilik Polres Pariaman.Yang waktunya full sejak pukul 8 pagi hingga 5 sore.Setelah seminggu sebelumnya mengikuti seleksi,Alhamdulillah wafa lulus mewakili sekolahnya beserta 3 temannya masuk ke dalam tim Kota Pariaman.Seperti biasa,saat dijemput dari tempat latihan ,dia tetap dengan wajah lelahnya.tetapi sore ini Wafa melaporkan ‘sesuatu’.Tadi bapak pelatih membawa ibu penjahit baju untuk mengukur badan (sepertinya hendak dibuatkan seragam).Saran pak pelatihnya, seragam anak perempuan tidak usah pakai jilbab ,karena akan menyulitkan gerakan.
“Ummi,kakak gak mau ikut lagi kalau dipaksa harus buka jilbab”tegas Wafa
‘Trus,tadi kakak bilang apa sama pak pelatihnya?’Cecarku penasaran
“Kakak bilang kalau kakak mau pakai jilbab.”Ujarnya mantap
Alhamdulillah…mendengar itu tak terkira syukurku.Walaupun aku telah menduga bahwa Wafa akan mempertahankan jilbabnya tapi melihatnya resah akibat diberi pilihan itu membuatku melihat sesuatu yang muncul dalam dirinya.Bahwa jilbabnya telah menjadi bagian dari dirinya dan tak rela dengan mudah melepaskannya.Dan ternyata ada beberapa temannya yang lain yang juga tetap ingin tetap berjilbab.
Berjilbab memang belum diwajibkan pada anak perempuan yang belum mencapai baligh-nya.Tetapi pengenalan dan pembiasaan sebelum dia diwajibkan adalah ‘penting’.Mungkin inilah yang menjadi pedoman kami sebagai orangtua(mungkin juga seperti orang tua-orangtua lainnya) dalam mendidik anak perempuan.
Sebagai anak sulung dari ketiga adiknya dan juga sebagai satu-satunya perempuan,Wafa merasakan sebagai jilbaber  sendirian di keluarga kami (selain aku,ibunya).Tak pernah ada pemaksaan.Tapi sedari berumur 1 tahun,jilbab imut telah menjadi aksesoris pakaiannya jika bepergian.Melengkapi baju muslimahnya.Jika di rumah, tetap berpenampilan seperti anak-anak lainnya.Hingga ketika duduk di kelas 2 SD pun dia masih wara-wiri main di sekitar rumah dengan anak-anak tetangga,jilbab masih bongkar pasang.Namun jika bepergian jauh jilbab tetap melekat.
Lingkungan merupakan faktor yang sangat mendukung proses itu.Melihat umminya yang selalu berjilbab di luar rumah dan di hadapan non-mahrom.Melihat tantenya seperti itu juga.Dan Ustadzah di sekolahnya yang selalu menasehati agar berpakaian sopan.Lama-kelamaan dia menjadi sungkan lagi jika tidak berjilbab ke luar rumah.Jilbab telah menjadi bagian dari pakaiannya dan perilakunya.Secara spontan,ketika akan ke warung wafa memasang jilbab dulu.Jika ada tamu dan diintip ternyata lelaki , dia pun akan menyambar jilbabnya terlebih dahulu sebelum membuka pintu.
Semua butuh proses.Saat ini Wafa masih dalam tahapan mengenal dan mencintai hijab-nya. Sembari itu peran kitalah yang selalu memberinya pemahaman mengapa seorang muslimah yang telah baligh dia diwajibkan menutup auratnya.Sehingga  ketika kelak tiba masanya dia telah menyadari bahwa muslimah dimuliakan Allah dengan hijabnya dan perintah ini juga merupakan bukti cinta Rabb-nya padanya.Semoga nantinya Wafa tidak saja hanya sebagai pengguna jilbab tetapi juga mampu membela hakikat jilbab yang melekat di badannya itu.Aku bisa memaklumi pak pelatih yang  berpendapat seperti itu.Bisa jadi dia menganggap peserta Po-Cil perempuan itu tidak apa-apa tidak berjilbab,toh masih anak-anak.Tapi Wafa tetap kubekali nasihat agar berani menyampaikan pembelaannya.Masalahnya di sini pak pelatih menganggap jilbab akan menghambat gerakan anak.Kugambarkan pada Wafa bahwa salah seorang dari 3 orang polwan pelatihnya mengenakan jilbab.
‘Tuh,buktinya kakak polwan itu berjilbab tapi tetap energik kan? Kakak merasa gak kalau jilbab kakak mengganggu gerakan latihan?’
Tentu saja Wafa menjawab: “Tidak”
Karena jilbabnya telah menyertai setiap gerakannya selama ini.Jangankan latihan baris- berbaris,berenang saja Wafa berjilbab.Hiking ke tengah rimba pun Wafa berjilbab.Dan jilbab ternyata tidak mengganggu aktivitasnya.Wafa pasti merasakan itu di hatinya. Tetap semangat my little hijaber!
Luv u








Rabu, 06 April 2016

Membaca,Jelajahi Dunia


                                                        Membaca, jelajahi dunia
Pernah seorang teman bertanya:bagaimana cara menjadikan anak gemar membaca.Dia melihat,keempat anakku sangat suka (malah bisa dikatakan keranjingan) membaca.Dia baru memiliki seorang anak berusia 2 tahun dan belum tampak tanda-tanda suka pada buku.Aku belum menjawab sepenuhnya pertanyaannya hingga saat ini.Karena akupun tak bermaksud memprogram anak-anak agar keranjingan pada buku.Menurutku,itu terjadi secara alamiah.
Anak-anak adalah pribadi yang unik,yang memiliki berbagai perilaku termasuk perilaku ingin tahu dan suka mencari tahu.Membaca adalah salah satu wujud perilaku ingin tahu.Anak berusia dibawah 3 tahun melihat buku sebagi sebuah benda yang ingin dieksplorasi secara fisik.Buku terlihat ‘menggiurkan’sehingga ingin digigit,diremas,dirobek.Seiring anak usia ini yang memang suka  aktivitas yang mematangkan motorik halusnya.
Suka membaca bukanlah sifat yang bisa diturunkan dari orangtua ke anaknya.Dengan kata lain bukan bawaan genetika. Membaca merupakan sebuah aktivitas. Sebuah kebiasaan.Dan bisa menjadi sebuah budaya.Lain halnya dengan bakat.,Mungkin saja dapat dipengaruhi bawaan sifatnya.Contohnya: bakat seorang anak di bidang seni. Bakat dan stimulus dari lingkungannya bisa menjadikannya seorang yang handal di bidang seni yang diminatinya.    
Buku adalah ibarat makanan bagi orang yang suka membaca.terutama anak-anak. Tampilan sampul dan kemasan buku anak-anak terkini sangat penuh dengan warna,gambar  dan judul yang  menarik. Sebelum anak membuka dan menikmati isi sebuah buku,dia terlebih dahulu telah disuguhi kemasan yang menarik hati.
Saat ini kita melihat budaya membaca semakin meningkat di Indonesia.Walaupun saya tidak memiliki data  tentang  peningkatan tahun per tahun,Namun saat ini kita mudah menemukan orang-orang yang membaca sambil menunggu antrian,membaca di kenderaan.Tidak saja  orang dewasa  tetapi juga anak-anak.Semakin banyaknya perpustakaan (yang dikelola pemerintah maupun komunitas penggiat gemar membaca).
Bagaimana agar anak suka dan minat membaca? Perkenalkan mereka dengan buku.Itu  cara termudah.Kepung mereka dengan buku sedari dini. Tentu saja ini memerlukan peran orangtua yang serius.Serius menyediakan buku untuk anak,serius dalam membacakan buku juga serius mencontohkan perilaku gemar membaca. Walaupun terkadang ada juga anak yang kecanduan membaca dengan sendirinya,namun itu terjadi karena sedari awal dia telah memiliki ketertarikan dan diiringi sikap ingin tahu-nya.
Berdasarkan pengalamanku sendiri, kesukaan anak-anak kami terhadap buku dan membaca bisa jadi karena
1.Kami pengoleksi buku.Walaupun tidak bisa dikatakan banyak dan lengkap namun sudah cukup memadai untuk dijadikan perpustakaan keluarga.Sejak mahasiswa sampai sekarang , suami rutin membeli buku.Jadi,buku yang tersedia di rumah telah menjadi pemandangan awal anak-anak tumbuh dan berkembang. Untuk anak-anak,jenis buku kami belikan berisi cerita sirah ,ensiklopedia dan juga buku cerita.
2.Saat anak dalam kandungan,kami membacakannya buku.Ini mungkin lebih  maksimal dilakukan saat aku mengandung anak pertama.. Suami membacakannya buku dan akupun begitu.Saat itu kami masih tinggal di Pasaman,dan aktivitas yang paling mudah dilakukan mengusir kesunyian tinggal di tengah lahan sawit..ya..membaca! Beda ketika mengandung anak kedua,saat kesibukan bertambah,aktivitas membacakan janin buku sudah berkurang.
Tahapan literasi dini dimulai saat anak masih di alam rahim.Kita percaya bahwa sejak janin di kandungan bisa mendengar suara karena pendengarannya telah aktif. Nada suara ayah maupun ibu akan diingatnya saat dia telah terlahir nantinya.Membaca,memiliki nada yang berbeda dengan berbicara.Janin akan mengingat suara ibunya  saat telah mampu melihat dan dia akan mengetahui bahwa ibunya membaca.Dan itu memerlukan sebuah buku (atau yang lainnya yang bisa dibaca)
3.Membacakan buku pada anak .Si bayi yang belum bisa apa-apa kecuali menangis dan mengoceh,percayalah bahwa ia juga pemerhati dengan mata dan otaknya yang sinkron. Dia akan mengenal buku yang dipegang orangtuanya .Dia akhirnya tahu bahwa buku adalah sesuatu yang menarik.T
4.Memberinya buku untuk dibaca. Ini hal yang lucu jika dilakukan pada anak usia dibawah 3 tahun.Karena jangankan membacanya,perlakuan pertamanya pada buku itu bisa saja digigit,direma,disobek. Idealnya,pada tahapan anak diberikan buku plastic atau buku kain.Yaitu buku yang memang bahannya terbuat dari non kertas.Jadi,aman jika di tangan anak.Yang kami alami, buku kertaslah yang bisa kami berikan pada anak karena buku kain maupun plastic harganya cukup mahal.Jadi,pandai menyiasati dan menjaga saja agar buku awet dengan cara mendampingi anak membacanya .
5.Sugesti.Membiasakan buku sebagai hadiah. Karena telah terbiasa,Wafa selalu meminta buku sebagai kado ulang tahunnya setiap tahun.Begitu juga dengan Jundi.
6.Membawa anak ke toko buku atau perpustakaan.Bagi kami,Ke toko buku atau pustaka adalah liburan keluarga.Mereka sangat senang ketika mendengar ajakan “ayo ke pustaka!” .Perpustakaan di Pariaman letaknya di pantai Gandoriah.Dikelola oleh Humas Kota Pariaman dan didirikan oleh keluarga H.M Rasjid,tokoh Pariaman.Di sana menyenangkan menunggu anak-anak karena kita bisa online dengan wi-fi yang tersedia.
Selain perpustakaan lokal,kami juga rutin ke Perpustakaan daerah di Padang. Disanalah kita bisa membawa anak dan melihatnya terpuaskan dengan buku.Karena stok buku untuk anak banyak dan beragam.






Toko buku selalu membuat Wafa cemberut kalau pulangnya tidak membawa buku.Bukannya ortunya tidak mau selalu membelikan,tapi ayahnya punya tempat membeli buku yang bisa dikatakan harganya lebih  miring.Dan Walaupun rutin dioleh-olehi buku setiap keluar daerah,tapi anak-anak selalu minta buku jika ke toko buku.
7.Orangtua adalah contoh. Ayah ibu yang suka membaca akan semakin  membuat minat baca pada anak semakin besar. Karena seperti yang dikatakan di awal tadi,membaca merupakan sebuah kebiasaan. Orang tua yang biasa membaca membentuk karakter keluarga suka membaca.Anak-anaknya dan lingkungannya.
Aku mengalami sendiri bagaimana kesukaanku pada membaca berawal.Kakek kami (poli) tinggal bersebelahan rumah dengan kami.Membaca Koran adalah aktivitas rutinnya pagi dan sore .Poli menjadi seorang yang berwawasan luas. Jika diskusi dengannya, banyak pengetahuan baru terserap. Aku sangat suka meniru poli tapi kebiasaannya yang tidak terlalu kuikuti adalah menonton berita.Hehe…pada masa  itu seorang abege sepertiku tampaknya lebih tertarik menonton film atau music kali ya..
Ayah adalah pembaca koran dan majalah.Dia rutin berlangganan  Harian  Waspada.Karena ayah punya kedai kopi. Koran sepertinya perlu bagi pengunjung kedai.Selain itu ayah juga sempat berlangganan majalah Tempo,Gatra,Humor pada masa aku SMU. Sepulang sekolah,aktivitas yang menyenangkan dilakukan adalah makan siang sambil membaca koran! walaupun bukan aktivitas yang layak ditiru,tapi memang menyenangkan sih.Aku begitu ingat,sainganku adalah adikku, Fauzi yang juga suka membaca.Koran akhirnya kami bagi dua dan bergantian ketika selesai.  
Bagaimana membudayakan membaca pada semua anak? Aku jawab ,bisa! Karena ketika anak pertama menjadi contoh,semua adiknya mengikuti. Seperti itu juga Wafa yang ‘candu’ membaca,ketiga adiknya melihatnya sebagai contoh.Walaupun beberapa aktivitas anak-anak itu akhir-akhir ini sering membuatku khawatir adalah kegiatan membaca sebelum  tidur.Khawatir mata mereka bisa rusak.sekarang aku menjadi sering razia dan nyinyir mengingatkan mereka untuk melepaskan buku dari tangannya.terkadang kuambil secara paksa.Hiks…bagaimana kalau mereka terpaksa pakai kaca mata sedari dini?kan aku nggak ingin.
Si bungsu,Ariq yang berusia empat tahun,memilih sendiri aktivitasnya sebelum tidur.Dibacakan buku atau didongengi.Terkadang rasa kantukku harus dilawan agar bisa memenuhi permintaannya. Bisa dibayangkan, saat mata kita sudah berat, Ariq datang membawa buku untuk dibacakan,ensiklopedia besar bersampul hardcover,hehe..terbayang perjuangannya agar dia tidak kecewa. Yang lucu,terkadang saat aku memasak di dapur, dia datang memebawa buku dan minta dibacakan.Kalau sedang beraktivitas seperti itu tentu saja aku pahamkan dia agar membacanya bisa ditunda atau dia membaca sendiri.Biasanya sih dia menolak,dan marah sebentar..haha..maafkan ummi ya Ariq..semoga Ariq bisa cepat membaca.Amin.
Dan bagi semua orangtua yakinlah bahwa membaca membuat anak berpengetahuan luas.Tidak saja ilmu yang dimilikinya tetapi pengetahuan local maupun internasional.Aku masih yakin,kebiasaan membaca koran sejak SD membuatku sedikit ‘nyambung’ dengan berita politik internasional.Di ingatanku masih tersimpan jejak berita yang kubaca dahulu dan sekarang berperan menjadi bingkai dalam berfikir.
Selain berita tentunya pengetahuan yang lain.Yakinlah,hasilnya akan tampak ketika di masa depan anak-anak kita.Mereka akan memiliki ‘simpanan’ dalam fikirannya yang lebih dibanding anak yang tidak terbiasa membaca. Aku alami sendiri.walaupun tidak bisa dikategorikan mahasiswa cerdas saat kuliah,tapi aku akui terkadang dalam berdiskusi,dalam menanggapi suatu permasalahan,kita akan memiliki beberapa info yang membuat teman kita bertanya: Kok tau ? tau darimana.
Kujawab saja :karena aku membaca.



Kesempatan kedua di Apresiasi GTK 2023

 Seolah rendezvous, aku menatap Bandara Internasional Minangkabau pagi itu, 20 November 2023. Sementara hiruk pikuk rombongan Apresiasi GTK ...