Sudah 2 minggu
Wafa berlatih untuk lomba Polisi Cilik bersama 30 orang temannya.Sore
itu,sembari menunggu latihan selesai jam 17.00 aku memandangi wajah
peserta.Latihan sejak pagi menyisakan letih di wajah anak-anak usia SD itu.Tapi
tampaknya tak ada yang menyerah. Karena dibalik letih yang mereka rasakan,ada
kesenangan lain yang membuatnya bertahan.
Teringatku
ketika Wafa mengabarkan diutus untuk ikut seleksi di Polres bersama beberapa
temannya dari SDIT,aku menanggapi biasa saja.Karena kuanggap seleksi biasa
untuk membuat tim polisi cilik sama seperti dokter kecil yang telah ada
sebelumnya di sekolahnya. Dan kamipun tak mendapat info apa-apa mengenai
kelanjutan setelah lulus seleksi.
Hari kelima
seleksi,peserta dari 5 SD se-Kota Pariaman yang totalnya lebih 100 orang
mengerucut menajadi sekitar 60 peserta dan terseleksi akhir menjadi 31
orang.Dan wafa termasuk salah satu di antaranya.dari 31 anggota tim terseleksi
itu,ada 4 orang yang terpilih dari SDIT MUTIARA,tempat Wafa bersekolah.Aku
sebagai ibu yang terkadang tidak yakin dengan kemampuan Wafa,agak kaget juga
ketika dia masuk tim.Tidak menyangka ternyata dia memiliki suatu bakat dalam
baris-berbaris.
Sesudah anak
terseleksi,barulah orangtua mendapat kabar bahwa latihan akan dilaksanakan
setiap hari sejak pukul 8.00 pagi hingga pukul 17.00 di sore hari.Otomatis anak
pun tidak sekolah hingga 3 minggu ke depannya sampai lomba selesai diikuti.Aku
serta merta menjadi ibu yang galau.Bagimana tidak galau? Anak akan ujian
semester satu bulan lagi.Jika dia tidak sekolah,bagaimana pelajarannya?ternyata
yang resah tidak aku saja,semua orangtua peserta merasakan juga.Namun kepala
sekolah mengatakan anak telah diber izin,selanjutnya orangtualah yang harus mendampingi
anak mengulang pelajaran di rumah.
Kucoba menyampaikan
pilihan pada Wafa,lanjut ikut latihan dengan konsekuensi tidak sekolah atau
berhenti ikut karena harus sekolah.Wafa menanggapi opsi pertama dengan diam
namun matanya berkaca-kaca menggambarkan kekecewaan.Sudah jelas,bahwa ia ingin
tetap ikut.Dan akupun makin galau!Suatu kegalauan yang wajar kan?
Tapi aku
berbeda pendapat dengan abi Wafa.Malah dia melihat suatu keuntungan positif
jika ikut ajang ini.Abi nya berpendapat bahwa kegiatan seperti ini akan memberikan
suatu pengalaman baru pada anak,terutama kedisiplinan.Kelak suatu saat Wafa
akan merasakan manfaatnya,katanya.Akhirnya dengan setengah berat hati aku
mengikuti saja.Dan ketika ada anak yang menangis ketika tidak lulus seleksi
membuatku melihat melihat bahwa dari sudut pandang si anak kegiatan ini sangat
menarik.Mungkin Wafa-ku merasakan hal yang sama.Yah..baiklah…
Setiap sore
pulang berlatih,Wafa membawa cerita baru.Tentang teman-teman,tentang
kebersamaan,tentang kakak –kakak pelatih,tentang perlombaan.Dan rencana
mengulang pelajaran sekolah setiap amlam tampaknya hanya dalam agenda.Karena
jangankan membuka buku,setiap selesai shalat isya,Wafa telah jatuh tertidur.
Karena aktivitas
latihan berlangsung seharian,banyak aktivitas nya berbeda dengan sekolah.Biasanya
di sekolah Wafa shalat dhuha dan zuhur berjama’ah.Di tempat latihan hal ini
tentu berbeda.Karena walaupun peserta rata-rata diatas usia 10 tahun,shalat
belum menjadi aktivitas bagi anak-anak itu.Mereka hanya bermain saat istirahat.Ini
yang membuatku sedikit berdebat dengan Wafa di hari pertama dia latihan.Saat
menjemputnya kutanya apakah tadi shalat zuhur,jawabannya belum.Alasannya,tidak
ada teman yang shalat dan tidak ada tempat shalat.Kukatakan bahwa aula tempat
latihan kan bisa dipakai menjadi tempat shalat,dia malah bilang aulanya
kotor.Esoknya Wafa membawa mukenanya sendiri dan ternyata sesudah diperhatikan,dekat
dengan aula ada mushalla kecil yang letaknya di dalam sebuah kantor. Semoga
Wafa tetap istiqamah dengan shalatnya dan semoga ia bisa mengajak temannya
untuk bersama tidak meninggalkan shalat zuhur.Sebenarnya ada sedikit ancaman
sih..(sstt..) “Kalau kakak ikut latihan ini tapi malah meninggalkan
shalat,bagaimana mau berkah latihannya?Kalau latihan membuat kakak lupa
shalat,berhneti saja ikut latihan.”
Dan ancamanku
tampaknya ‘sedikit’ berpengaruh padanya.
Huft!
Banyak hal
lain yang harus menjadi perhatian dalam mentarbiyah anak seusia ini.Dan moment
seperti ini menjadi pembuktiannya,bagaimana kebiasaan yang telah dilakukan di
sekolah apakah tampak pada aktivitas di luar lingkungan sekolah.Jika di rumah
perihal shalat selalu kami kontrol, momen seperti ini menjadi pembuktian,apakah
karakter pribadi yang menjaga shalat telah lekat pada dirinya.
Semoga
Dan hidayah
Allah yang akan menjaga itu.
Siang sesudah
hujan,awal April 2016