Jumat, 11 Desember 2015

A Thousand Days



A Thousand Days

Seharian tadi mendapatkan kesempatan menghadiri seminar Parenting  bersama narasumber Irwan Rinaldi,seorang konselor,pemerhati dan aktivis pembelaan anak (KPAI).

Sangat menarik materi yang disampaikannya berkaitan tentang peran orangtua pada tiap tahapan perkembangan anak.  Kita sebagai umat islam,  ilmu parenting yang terbaik adalah ala islami yang ditunjukkan di Alqur’an yang Allah turunkan dan sunnah yang diwariskan Rasulullah

Nah ….judul materi seminarnya “Menjadi Ayah dan Bunda Teladan”.Akan saya coba sampaikan kembali dengan bahasa saya dan  saya bagikan.Because,sharing is caring ya?

Pertemuan menarik ini menekankan pada pentingnya penanaman pendidikan pada anak sejak sebelum dia dilahirkan.Karena Alqur’an banyak menjelaskan pola pengasuhan anak kepada kita tetapi selama ini kita acuhkan.Padahal beberapa hasil kajian-kajian negara maju terhadap ilmu parenting belakangan seringkali ditemukan ternyata sesuai seperti yang telah diceritakan dalam Al-qur’an .Padahal bisa jadi mereka tidak islam.Dan awal mereka mengkaji,meneliti hanya berdasarkan ilmu turunan saja. Sebenarnya itu adalah hikmah milik kita,umat muslim yang harus kita dapatkan kembali.Sehingga penting bagi kita untuk meletakkan metoda pendidikan islami,berpedoman pada tuntunan Allah dan RasulNYA, karena itulah yang paling tepat untuk menjawab permasalahan kontemporer kini.

Dalam paparan di bawah ini hanya beberapa hikmah dari sekian banyak hikmah yang terdapat dalam Al-Qur’an berkaitan dengan parenting skill.Karena dalam tema seminar menyinggung ini sehingga hanya ini yang bisa saya sampaikan,hehe…

Proses kelahiran anak yang tidak tahu apa-apa kemudian Allah beri penglihatan,pendengaran dan hati nurani agar kita bersyukur dijelaskan Allah dalam An-Nahl 78 (buka yuukk…dan iqra’).

Hikmahnya adalah, awal penerimaan pembelajaran seorang anak di awali dari:telinga/pendengarannya,Apa saja yang didengarnya sejak masih sebagai janin di kandungan.Suara-suara negative memberikan kesan negative pula,kalimat-kalimat thoyyibah akan memberi kesan baik dalam memorynya juga.Mata/penglihatannya,yang akan merekam kejadian yang dilihatnya dan terekam menjadi kesan dalam ingatannya.Dan hati nurani yang menjadi penimbang kesan baik-buruk terhadap kesan tadi.Melalui 3 hal ini ini, anak mendapatkan kepercayaan,kehangatan,kebaikan hati dan menjadi pusat perhatian

Proses penyusuan hingga penyapihan Allah jelaskan dalam Surah Luqman 14 (tolong dibuka dan dibaca sendiri ya..:).Di sana disampaikan bahwa ibu mengandung,dilanjutkan dengan penyusuan hingga dua tahun. Ibu memberi ASI pada bayinya hingga usia maksimal dua tahun.Total usia kehamilan dan penyusuan hingga penyapihan 30 bulan.masa-masa ini lah yang dalam ilmu parenting barat dikenal dengan masa a thousand days (1000 hari pertama).Pada masa inilah kesan yang mendalam akan tertanam dan berpengaruh pada proses tumbuh dan kembang anak.baik fisik maupun psikisnya.

Di tahapan inilah peran ibu dan  juga ayah sangat menentukan.Jika memungkinkan,ayah ibunyalah yang mendampingi anak-anaknya pada masa-masa emas tersebut.Anak itu adalah amanah dan tak seharusnya amanah tadi kita amanahkan kembali pada oranglain.Ibu yang akan selalu dekat dengannya sejak dalam rahim dan selama proses penyusuan.Karena penyusuan tidak sekedar proses memberikan air susu tetapi juga terbentuk ikatan cinta / the bond of love antara anak yang menyusu sambil menatap wajah ibu yang juga menatapnya sepenuh cinta (ibu-ibu yang mengalami ini pasti sepakat!iya kan..iya kan.)

Peran ayah pun tak kalah pentingnya,mendampingi ibu semasa hamil,memberikan kenyamanan dan dukungan penuh atas segala kepayahan yang calon ibu alami.Ayah harus sering menyapa,bercakap dengan calon anaknya sambil mengelus perut ibu dan mengirimkan cinta dan kasih sayang.Elusan ayah secara langsung dan nada suara  ayah  diyakini akan memberikan reaksi pada si janin.

Membacakan kalimah-kalimah thoyyibah,kalimat-kalimat baik, bernada positif harus sering-sering diperdengarkan kepada janin selama dia dalam kandungan hingga dia lahir.Ayat-ayat suci Alqur’an harus kita yakini  lebih memberikan stimulasi pada calon bayi dibanding Mozart atau Bethooven.Sudah ada lho penelitian yang mengungkapkan keistimewaan bacaan Al-qur’an untuk stimulus otak janin.Lain kali saya tautkan linknya yee…

Kenapa 1000 hari pertama itu penting? Dan kenapa masa-masa keemasan/Golden Age (0-4 tahun) itu tak boleh kita lewatkan?karena masa ini akan menentukan karakter anak pada saatnya besar nanti.Pembiasaan yang dia dapatkan terarah pada jalurnya.Pak Irwan mengatakan :Penanganan yang tepat pada masa yang tepat.Karena jika masa ini telah terbuang sia-sia maka tak akan bisa dipanggil lagi,tak akan bisa diulang lagi.

Kita dihadapkan pada fenomena
* makin bobroknya akhlak dan makin rusaknya mental sebagian generasi kita.kriminalitas usia kecil/anak berbuat tindak criminal,membunuh,memperkosa,seksualitas usia remaja,narkoba usia remaja bahkan sakit jiwa usia muda.
*Selain itu,terdapatnya fenomena kematangan mental jauh tertinggal dari kematangan biologis
Usia sudah 40 tahun tapi berperilaku seperti berusia 20 tahun.terlambat dewasa..hehe..
Bisa jadi karena pola pengasuhan yang tidak/kurang mengenalkan kemandirian sejak dini,tidak mengajarkan bertanggung jawab akan perbuatannya,suka menyalahkan,anak jatuh kita menyalahkan lantai.Saat anak bersalah,kita cenderung marah,memvonis dan langsung menghukum tanpa memberinya ruang untuk memberi penjelasan sehingga kelak dia menjadi tidak jujur.Mengajarkan curang agar  anak menang lomba (ini semoga tidak ada pada kita ya ..bu ibu…)
Masih banyak yang lain yang tidak usah dusebutkan di sini satu per satu
*Atau ini:kematangan mental lebih maju dari kematangan biologis


Apa yang salah?? Ternyata pola pengasuhan memegang kunci penting.Anak dibesarkan dengan meminggirkan pendidikan karakter berbasis agama.Padahal inti pengasuhan itu adalah :”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.Orangtuanyalah yang membuatnya menjadi yahudi,nasrani atau Majusi”.Jika dari kecil dia dilingkupi nilai-nilai islam,kelak fitrah itu akan terjaga.Jika orangtuanya menanamkan karakter berlandaskan agama secara maksimal,maka anak akan memiliki imunitas .Bermacam pengaruh negative yang menggoda di sekitarnya akan tertolak oleh fitrahnya.
Anak dituntut mengejar nilai yang seolah satu-satunya ukuran kepintaran. Padahal karakter yang sekarang kita usung kembali,jujur,berakhlak,santun,etos kerja,dll dijabarkan secara gamblang dalam islam.
Beberapa pola pengasuhan yang diterapkan  orangtua kini pada anaknya   masih sama dengan pola yang diterima dari orangtuanya  dahulu. Memang tidak semua negative,hanya beberapa.Namun di era digital ini anak-anak kitapun tumbuh dengan semua sisi dirinya terdampak. Sehingga pola pengasuhan yang kreatif dari orangtua perlu diperkuat.
Prophetic parenting,pola parenting ala Rasulullah memuat hikmah yang luar biasa jika kita mau mendalaminya.Ada sebuah buku yang berjudul serupa (keluaran penerbit berbeda”Mendidik Anak Cara Nabi’).Di dalam sirah tersebut ,tampak bahwa Rasulullah meletakkan penanganan yang berbeda pada anak di tiap tahap pertumbuhan dan perkembangan.Bagaimana perlakuan pada anak 0-2 tahun,apa saja trik yang bisa dilakukan  di usia perkembangannya.bagaimana rasulullah mengajarkan perlunya penegasan pada gender,lelaki bertindak sebagai lelaki sejati dan perempuan tumbuh sebagai perempuan sejati.Memisahkan tidur anak sejak usia 7 tahun,mengapa dilarang tidur tengkurap.Begitupun usia remaja,bagaimana Rasulullah bertindak sebagai sahabat tatkala mengajarkan Ali Bin Abi Thalib tentang ghadul bashor/menundukkan pandangan pada wanita,kenapa remaja yang hampir dewasa harus banyak terlibat aktivitas fisik untuk menyalurkan energy dan mengalihkan fikirannya dari hal-hal negative.

Siapa yang paling berperan menngajarkan dan membiasakan ini pada anak?
Ibunya

Dan….??

 Ayahnya!

Nah,ayah adalah sosok yang tak bisa diacuhkan di sini.Karena ternyata,anak belajar kehidupan lebih ditentukan pendampingan sosok ayah.
Selain pentingnya posisi seorang ibu, Al-Qur’an juga banyak menceritakan sosok-sosok ayah dalam hikmahnya.Dalam Al-Baqarah 132-133 Allah ceritakan sosok  Ibrahim  yang selalu berwasiat tentang Allah bagi Ismail sehingga anaknya itu tumbuh dengan karakter kuat .Dan saat diuji dengan penyembelihan,Ismail begitu yakinnya akan ketentuan Allah.Kemudian ayat itu dilanjutkan shirah tentang Nabi Ya’qub dalam menangani kesebelas anaknya.Kisah Nuh juga mengandung makna dan dalam.
Seorang sosok yang bernama Luqman,Allah kisahkan adalah sebagai seorang ayah yang sangat kuat menanamkan karakter anaknya melalui rangkaian nasihat:
1.       Jangan menyekutukan Allah
2.        Selalu bersyukur,karena barangsiapa yang bersyukur maka dia bersyukur untuk dirinya
3.       Selalu berbuat amar ma’ruf nahiy mungkar
4.       Selalu ihsan/berbuat baik,karena Allah Maha Luas dan Maha Teliti
5.       Jangan sombong,jangan angkuh dan jangan suka membanggakan diri
6.       Bersabar

Untaian nasihat luqman ini sangat padat makna.Tidak hanya menyampaikan tetapi juga dilanjutkan dengan akibat yang kita dapat jika melaksanakannya atau tidak.Begitu agung kalimat Allah bukan?(sesekali cobalah baca dan renungi Surah Luqman di bagian ayat 12-19.Pengalaman saya,kalau lagi ngaji selalu merinding dan haru… karena di sana juga diceritakan tentang ibu.secara saya punya ibu dan juga seorang ibu)
Alangkah beruntungnya seorang anak masa kini yang memiliki ayah yang dekat dengannya.Yang menjadi mentornya,yang menjadi sahabatnya,yang dipandangnya sebagai sosok penting dalam setiap lembaran kisah hidupnya.
Menurut Pak Irwan Rinaldi tadi ya, Indonesia sudah menunjukkan gejala ‘Fatherless Country’/Negara tanpa ayah…ih ngeri ya bahasanya..ha kita bahasakan aja Negara Kekurangan Ayah .Bukannya tidak ada ayah.Ada secara fisik tapi kurang tampak secara psikis.Ayah masih di posisi sebagai ‘pencari uang untuk kebahagiaan keluarga’.Banyak peran ayah di keluarga yang  masih memiliki sedikit quality time/waktu yang berkualitas bersama anak .Masih ada gap kekakuan bahwa ayah harus tetap menjaga wibawanya yang ditakuti,yang disegani sehingga untuk berkomunikasi semua kepada sosok ibu.
Di sebuah negeri nun jauh di sana,malah terdapat fenomena ‘Father Hunger’ atau Lapar Ayah.Anak-anak yang haus akan kasih-sayang ayahnya.Semoga tidak sampai terjadi di Indonesia ya. Amin.. Ya rabb..
Belum terlambat bagi kita untuk memperbaharui visi-misi berumah tangga dengan pasangan terutama dalam hal pengasuhan anak.Bagaimana membawa sosok ayah juga terlibat menyapa jiwa anak-anak kita. Tidak ada kata terlambat untuk itu.
Namun jika sudah terlanjur bagaimana?anak-anak sudah remaja,dewasa,salah penanganan?
^Kita harus berprasangka baik dulu kepada Allah
^^Lalu,kita perbaiki keadaan dengan membayar ‘utang’/kesalahan yang sudah terlanjur kita perbaiki perlahan dan jangan biarkan generasi kita ke bawahnya,cucu,cicit mengalami hal serupa
Demikian sedikit catatan saya tadi yang coba saya jabarkan .Mungkin ada poin yang terlewat mohon masukan.
Jika ada salah..maafin ya..maafin ya

Menjelang pergantian hari,di Jum’at  11 Desember 2015  23:43
*Ditemani Maher Zain

Kenapa denganmu D ?



Kenapa denganmu D ??

Sebuah kabar menyedihkan kuterima pagi itu
Saat proses pembelajaran  PAUD ALBANA hari itu selesai,sambil menunggu anak-anak dijemput orangtuanya.Salah seorang wali murid yang hendak menjemput anaknya bercerita,saat di perjalanan menuju ke sini dia berpapasan dengan ‘D’,seorang anak klas 1 SD yang pernah belajar di Paud Albana 2 tahun yang lalu.Dilihatnya,’D’  sedang menangis terisak sambil terduduk di tepi jalan.Masih dengan seragam sekolahnya. Wali murid tadi mengenal ‘D’ karena dia berteman dengan ibu D.Sesudah ditanya dengan cara baik-baik,D bercerita bahwa ia takut pulang ke rumah.Sebabnya adalah,tadi hasil ulangannya mendapat nilai 4.Dia takut pulang,karena ibunya mengancam akan memukulnya jika nilainya rendah. Wali murid tadi berusaha membujuk D untuk diantar pulang dan dibantu menjelaskan ke ibunya tentang nilainya.Tapi D tetap tidak mau dan bertahan di tepi jalan.

Sesak rasanya dada mendengarkan cerita tadi.Sesak dan juga geram pada perilaku orangtua seperti itu.Dengan ambisinya agar anak pintar tetapi dengan cara pemaksaan.Masih banyak orangtua-orangtua seperti ini di sekitar kita.Menerapkan punishment tidak pada tempat dan masanya.
Ambisi  orangtua D memang tampak saat D belajar di Paud Albana. Ketika akhir tahun pembelajaran,dia meminta agar anaknya diluluskan dan diberi ijazah karena menurutnya D akan dimasukkan ke SD.Karena usianya belum genap 6 tahun (sesuai persyaratan dari pemerintah untuk syarat masuk SD).Dan menurut pemantauan kami pada perkembangan kematangan D selama di paud,terlalu dini memasukkan D ke SD karena beberapa kemampuannya belum tercapai.Akhirnya D dipindahkan orangtuanya ke TK lain karena sesudah di bawa mendaftar ke SD,pihak SD pun belum mau menerima.
Kini D sudah SD. Dan dia mengalami perlakuan ini.
Semua orangtua ingin anaknya pintar,cerdas.Orangtua manapun pasti menginginkan hal serupa.Tapi mungkin,cara yang kita lakukan terlalu menyamakan standar.Kita ingin anak kita seperti anak si Anu,anak si Inu,anak si Una padahal tiap anak berbeda kemampuannya.Dan kemampuan itu bisa ditingkatkan jika diiringi dengan  stimulus yang tepat dan suasana belajar yang menyenangkan.
Bagaimana belajar anak akan menyenangkan jika dia diancam hanya karena nilai-nilai yang jadi standar kebanyakan orangtua??Bukankah dia akan trauma dan menganggap proses belajar menjadi sesuatu yang menakutkan??Apakah nilai kepintaran hanya ditunjukkan pada selembar kertas hasil ujian??
Ketika hendak pulang menuju rumah,dari spion angkutan yang melaju kencang aku menangkap sosok itu,D yang berjalan pelan sambil tertunduk.Mungkin di dadanya penuh dengan ketakutan menunggu ancaman apa yang akan diterima di rumah.Aku hanya mampu mengikuti bayangannya menjauh dari pandangan,dengan tekad suatu waktu akan mendatangi orangtuanya secepatnya,seblum timbul masalah yang lebih besar.

Kesempatan kedua di Apresiasi GTK 2023

 Seolah rendezvous, aku menatap Bandara Internasional Minangkabau pagi itu, 20 November 2023. Sementara hiruk pikuk rombongan Apresiasi GTK ...