Kamis, 22 Agustus 2019

40 tahunku bersama ayah


Ayahku
Terima kasih  Allah,Engkau masih beri aku kesempatan hidup hingga usia 4o tahun hari ini.Terima kasih juga atas kesempatan memiliki seorang ayah di dunia ini selama 40 tahun kurang beberapa hari..Ayahku yang kucintai telah Engkau panggil 10 hari yang lalu.Ayahku pergi di saat untaian zikir jutaan manusia di Padang Arafah baru saja membahana.Pagi 10 Dzulhijjah  alunan takbir  mengulur ke langit mengiringi perjalanannya menuju Tuhan.Kepergiannya begitu indah.Dia baru saja menyelesaikan puasa di 9 Dzulhijjah dan melewati sakaratul maut yang begitu mudahnya.Dia pergi dengan tenang,namun kami yang ditinggalkan terkejut dan sangat kehilangan.
Kehilangan yang amat sangat,momen 40 tahun bersamanya.Ayah yang mengajarkan tentang sikap kesederhanaan,tidak berlebihan terutama terhadap harta benda,bersikap berani dan bertanggung jawab.Sepanjang ingatanku,tak pernah ayah memarahiku dengan kata-kata kasar,apalagi marah hingga main tangan.Dia meluapkan perasaannya dengan sindiran,karena ia paling tahu jika aku memiliki sifat perasa.
Ayahku mengantarku saat aku harus merantau ke Padang untuk kuliah pada tahun 1998.Ia berulang kali bertanya memastikan,apakah aku yakin kuliah jauh dari orangtua? Bagaimana kalau di Medan saja?Ayah pulang kembali sesudah memastikan aku mendapat tempat kos yang layak dan keperluan yang cukup di kota Padang,kota yang baru sekali kujejaki tanpa ada sanak saudara.Tapi aku yakin,jiwa merantau yang dimiliki ayahku mengalir di diriku sehingga perantauan adalah wadahku memupuk kemandirian.
Ayahku menangis sesudah melafazkan ijab Kabul dengan suamiku  pada hari pernikahanku. Ia menangis hingga tersedu bukan merasa bebas karena melepaskan tanggung jawab atas anak gadis tertuanya,tapi lebih kepada mengkhawatirkanku.Apakah aku akan bahagia atau sengsara?   
Cinta dan rindu seorang ayah tersimpan dalam di hati. Karena kedekatan ayahku dengan anak perempuannya tidak sepertinya orang lain yang dengan mudah bersentuhan fisik.Aku segan kepada ayahku,bukan takut.Aku segan menantang tatapan matanya,aku segan melawan kata-katanya,Namun sangat senang jika berdialog dengannya.
Jika bertelponan dengan ayahku,jangan harap akan meluncur kata-kata manja.Jika terdengar,seolah ayahku tidak betah bicara denganku.Dia hanya tak pandai berkata mesra.Nada suaranya terdengar senang dan bahagia apabila aku menelpon di hari ulang tahunnya.Mendo;akan kebaikan untuknya.Jangan Tanya tentang perasaanya,namun jika ia rindu,kapanpun ingin ke Pariaman ia akan datang. Caranya ingin mengetahui kabarku disampaikan kepada ibu atau adikku.Itupun sudah cukup bagiku.Namun aku sadari,perhatianku sebagai seorang anaklah yang sangat kurang dan terasa tak cukup.Orangtualah sumber kebahagiaan dan sumber aroma surga kita.Namun saat kehilangan barulah kita ingin melakukan semua hal yang ternyata tidak mungkin lagi.Satu hal yang mesti dan harus kulakukan,mendo’akannya tak putus-putus,agar kelak kami dipertemukan kembali di surgaNYA.Rasa  ini Allah kirimkan agar harapan bertemu kembali menjadi penguatan jiwa yang merindu.
Terima kasih Ayah..atas kasih sayangmu,atas segala nasehatmu,atas segala jerih payahmu untuk menafkahi anak-anakmu.Atas segala ilmu kehidupan yang telah engkau ajarkan selama ini.Semoga menjadi amalan yang bermanfaat bagimu.Aku bersaksi bahwa engkaulah ayah yang sangat mencintai keluarga dan berjuang sepenuh hati untuk ibu kami dan anak-anakmu.

Selamat hari lahir untukku………….Salam rindu untuk ayahku
H.Abdul Azis Angkat
Bersama untaian Al fatihah..
22 Agustus 2019.


Kesempatan kedua di Apresiasi GTK 2023

 Seolah rendezvous, aku menatap Bandara Internasional Minangkabau pagi itu, 20 November 2023. Sementara hiruk pikuk rombongan Apresiasi GTK ...