Ayahku
Terima kasih
Allah,Engkau masih beri aku kesempatan hidup hingga usia 4o tahun hari
ini.Terima kasih juga atas kesempatan memiliki seorang ayah di dunia ini selama 40 tahun
kurang beberapa hari..Ayahku yang kucintai telah Engkau panggil 10 hari yang lalu.Ayahku
pergi di saat untaian zikir jutaan manusia di Padang Arafah baru saja
membahana.Pagi 10 Dzulhijjah alunan
takbir mengulur ke langit mengiringi
perjalanannya menuju Tuhan.Kepergiannya begitu indah.Dia baru saja
menyelesaikan puasa di 9 Dzulhijjah dan melewati sakaratul maut yang begitu
mudahnya.Dia pergi dengan tenang,namun kami yang ditinggalkan terkejut dan
sangat kehilangan.
Kehilangan yang amat sangat,momen 40 tahun
bersamanya.Ayah yang mengajarkan tentang sikap kesederhanaan,tidak berlebihan
terutama terhadap harta benda,bersikap berani dan bertanggung jawab.Sepanjang
ingatanku,tak pernah ayah memarahiku dengan kata-kata kasar,apalagi marah
hingga main tangan.Dia meluapkan perasaannya dengan sindiran,karena ia paling
tahu jika aku memiliki sifat perasa.
Ayahku mengantarku saat aku harus merantau ke Padang
untuk kuliah pada tahun 1998.Ia berulang kali bertanya memastikan,apakah aku
yakin kuliah jauh dari orangtua? Bagaimana kalau di Medan saja?Ayah pulang
kembali sesudah memastikan aku mendapat tempat kos yang layak dan keperluan
yang cukup di kota Padang,kota yang baru sekali kujejaki tanpa ada sanak
saudara.Tapi aku yakin,jiwa merantau yang dimiliki ayahku mengalir di diriku
sehingga perantauan adalah wadahku memupuk kemandirian.
Ayahku menangis sesudah melafazkan ijab Kabul dengan
suamiku pada hari pernikahanku. Ia
menangis hingga tersedu bukan merasa bebas karena melepaskan tanggung jawab
atas anak gadis tertuanya,tapi lebih kepada mengkhawatirkanku.Apakah aku akan
bahagia atau sengsara?
Cinta dan rindu seorang ayah tersimpan dalam di hati.
Karena kedekatan ayahku dengan anak perempuannya tidak sepertinya orang lain
yang dengan mudah bersentuhan fisik.Aku segan kepada ayahku,bukan takut.Aku
segan menantang tatapan matanya,aku segan melawan kata-katanya,Namun sangat
senang jika berdialog dengannya.
Jika bertelponan dengan ayahku,jangan harap akan
meluncur kata-kata manja.Jika terdengar,seolah ayahku tidak betah bicara
denganku.Dia hanya tak pandai berkata mesra.Nada suaranya terdengar senang dan
bahagia apabila aku menelpon di hari ulang tahunnya.Mendo;akan kebaikan
untuknya.Jangan Tanya tentang perasaanya,namun jika ia rindu,kapanpun ingin ke
Pariaman ia akan datang. Caranya ingin mengetahui kabarku disampaikan kepada
ibu atau adikku.Itupun sudah cukup bagiku.Namun aku sadari,perhatianku sebagai
seorang anaklah yang sangat kurang dan terasa tak cukup.Orangtualah sumber
kebahagiaan dan sumber aroma surga kita.Namun saat kehilangan barulah kita
ingin melakukan semua hal yang ternyata tidak mungkin lagi.Satu hal yang mesti
dan harus kulakukan,mendo’akannya tak putus-putus,agar kelak kami dipertemukan
kembali di surgaNYA.Rasa ini Allah
kirimkan agar harapan bertemu kembali menjadi penguatan jiwa yang merindu.
Terima kasih Ayah..atas kasih sayangmu,atas segala
nasehatmu,atas segala jerih payahmu untuk menafkahi anak-anakmu.Atas segala
ilmu kehidupan yang telah engkau ajarkan selama ini.Semoga menjadi amalan yang
bermanfaat bagimu.Aku bersaksi bahwa engkaulah ayah yang sangat mencintai
keluarga dan berjuang sepenuh hati untuk ibu kami dan anak-anakmu.
Selamat hari lahir untukku………….Salam rindu untuk ayahku
H.Abdul Azis Angkat
Bersama untaian Al fatihah..
22 Agustus 2019.