Rabu, 20 April 2016

Wafa,Polisi Cilikku


Sudah 2 minggu Wafa berlatih untuk lomba Polisi Cilik bersama 30 orang temannya.Sore itu,sembari menunggu latihan selesai jam 17.00 aku memandangi wajah peserta.Latihan sejak pagi menyisakan letih di wajah anak-anak usia SD itu.Tapi tampaknya tak ada yang menyerah. Karena dibalik letih yang mereka rasakan,ada kesenangan lain yang membuatnya bertahan.
Teringatku ketika Wafa mengabarkan diutus untuk ikut seleksi di Polres bersama beberapa temannya dari SDIT,aku menanggapi biasa saja.Karena kuanggap seleksi biasa untuk membuat tim polisi cilik sama seperti dokter kecil yang telah ada sebelumnya di sekolahnya. Dan kamipun tak mendapat info apa-apa mengenai kelanjutan setelah lulus seleksi.
Hari kelima seleksi,peserta dari 5 SD se-Kota Pariaman yang totalnya lebih 100 orang mengerucut menajadi sekitar 60 peserta dan terseleksi akhir menjadi 31 orang.Dan wafa termasuk salah satu di antaranya.dari 31 anggota tim terseleksi itu,ada 4 orang yang terpilih dari SDIT MUTIARA,tempat Wafa bersekolah.Aku sebagai ibu yang terkadang tidak yakin dengan kemampuan Wafa,agak kaget juga ketika dia masuk tim.Tidak menyangka ternyata dia memiliki suatu bakat dalam baris-berbaris.
Sesudah anak terseleksi,barulah orangtua mendapat kabar bahwa latihan akan dilaksanakan setiap hari sejak pukul 8.00 pagi hingga pukul 17.00 di sore hari.Otomatis anak pun tidak sekolah hingga 3 minggu ke depannya sampai lomba selesai diikuti.Aku serta merta menjadi ibu yang galau.Bagimana tidak galau? Anak akan ujian semester satu bulan lagi.Jika dia tidak sekolah,bagaimana pelajarannya?ternyata yang resah tidak aku saja,semua orangtua peserta merasakan juga.Namun kepala sekolah mengatakan anak telah diber izin,selanjutnya orangtualah yang harus mendampingi anak mengulang pelajaran di rumah.
Kucoba menyampaikan pilihan pada Wafa,lanjut ikut latihan dengan konsekuensi tidak sekolah atau berhenti ikut karena harus sekolah.Wafa menanggapi opsi pertama dengan diam namun matanya berkaca-kaca menggambarkan kekecewaan.Sudah jelas,bahwa ia ingin tetap ikut.Dan akupun makin galau!Suatu kegalauan yang wajar kan?
Tapi aku berbeda pendapat dengan abi Wafa.Malah dia melihat suatu keuntungan positif jika ikut ajang ini.Abi nya berpendapat bahwa kegiatan seperti ini akan memberikan suatu pengalaman baru pada anak,terutama kedisiplinan.Kelak suatu saat Wafa akan merasakan manfaatnya,katanya.Akhirnya dengan setengah berat hati aku mengikuti saja.Dan ketika ada anak yang menangis ketika tidak lulus seleksi membuatku melihat melihat bahwa dari sudut pandang si anak kegiatan ini sangat menarik.Mungkin Wafa-ku merasakan hal yang sama.Yah..baiklah…
Setiap sore pulang berlatih,Wafa membawa cerita baru.Tentang teman-teman,tentang kebersamaan,tentang kakak –kakak pelatih,tentang perlombaan.Dan rencana mengulang pelajaran sekolah setiap amlam tampaknya hanya dalam agenda.Karena jangankan membuka buku,setiap selesai shalat isya,Wafa telah jatuh tertidur.
Karena aktivitas latihan berlangsung seharian,banyak aktivitas nya berbeda dengan sekolah.Biasanya di sekolah Wafa shalat dhuha dan zuhur berjama’ah.Di tempat latihan hal ini tentu berbeda.Karena walaupun peserta rata-rata diatas usia 10 tahun,shalat belum menjadi aktivitas bagi anak-anak itu.Mereka hanya bermain saat istirahat.Ini yang membuatku sedikit berdebat dengan Wafa di hari pertama dia latihan.Saat menjemputnya kutanya apakah tadi shalat zuhur,jawabannya belum.Alasannya,tidak ada teman yang shalat dan tidak ada tempat shalat.Kukatakan bahwa aula tempat latihan kan bisa dipakai menjadi tempat shalat,dia malah bilang aulanya kotor.Esoknya Wafa membawa mukenanya sendiri dan ternyata sesudah diperhatikan,dekat dengan aula ada mushalla kecil yang letaknya di dalam sebuah kantor. Semoga Wafa tetap istiqamah dengan shalatnya dan semoga ia bisa mengajak temannya untuk bersama tidak meninggalkan shalat zuhur.Sebenarnya ada sedikit ancaman sih..(sstt..) “Kalau kakak ikut latihan ini tapi malah meninggalkan shalat,bagaimana mau berkah latihannya?Kalau latihan membuat kakak lupa shalat,berhneti saja ikut latihan.”
Dan ancamanku tampaknya ‘sedikit’ berpengaruh padanya.
Huft! 
Banyak hal lain yang harus menjadi perhatian dalam mentarbiyah anak seusia ini.Dan moment seperti ini menjadi pembuktiannya,bagaimana kebiasaan yang telah dilakukan di sekolah apakah tampak pada aktivitas di luar lingkungan sekolah.Jika di rumah perihal shalat selalu kami kontrol, momen seperti ini menjadi pembuktian,apakah karakter pribadi yang menjaga shalat telah lekat pada dirinya.
Semoga
Dan hidayah Allah yang akan menjaga itu.
Siang sesudah hujan,awal April 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang abadi dalam do'aku

 Kepada lelaki yang telah berada di sisiku 21 tahun, aku bercerita tentang seorang lelaki yang selalu di hatiku selama 46 tahun ini. Dia aya...