Yuk dibaca artikel ini untuk menambah pengetahuan kita tentang keutamaan berqurban.
Mari berkurban,sebagai wujud taqarrub kita pada ALLAH,belajar dari nabi Ibrahim dalam mencintai dan taqwa kepada ALLAH.Sudahkah ada kurbanmu sebagai saksimu??
A. Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari
kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa
qurbaanan (mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam,
1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang
lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972). Dalam bahasa Arab, hewan kurban
disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah, dengan bentuk
jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu
matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan
kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani, Subulus Salam
IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih
pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan
diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari,
1994).
B. Hukum Qurban
Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf,
Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya
berkata,”Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan
wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam
perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
C. Keutamaan Qurban
Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
“Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih
dicintai Allah selain menyembelih qurban.” (HR. At Tirmidzi)
(Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu
Taimiyah berpendapat,”Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah
(setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama dari pada
shadaqah yang nilainya sama.” (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang
yang berqurban. Sabda Nabi SAW : “Hai Fathimah, bangunlah dan
saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan memohon ampunan
dari setiap dosa yang telah kaulakukan…” (lihat Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah XIII/165)
D. Waktu dan Tempat Qurban
a. Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah,
hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah.
Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi
SAW :
“Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10
Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan
barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua
khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya
(berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.” (HR.
Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
“Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada
tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari
hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat para imam seperti Imam
Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam,
1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan
ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi
SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan
Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak menurut
hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti
ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji
melakukan wukuf di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya
berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
b. Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat
Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab
Rasulullah SAW berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib,
karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR.
Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar,
yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).
E. Hewan Qurban
a. Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau
domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan,
tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).
Allah SWT berfirman :
“…supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul
an’am) yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternak) hanya
mencakup unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan
berkurban dengan kerbau (jamus), sebab disamakan dengan sapi.
b. Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada
perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup
kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang
salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990).
c. Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan
kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau)
berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun
(Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
d. Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada
cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah
taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top,
bukan kualitas sembarangan (Rifa’i et.al, 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :
• yang nyata-nyata buta sebelah,
• yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
• yang nyata-nyata pincang jalannya,
• yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
• yang tidak ada sebagian tanduknya,
• yang tidak ada sebagian kupingnya,
• yang terpotong hidungnya,
• yang pendek ekornya (karena terpotong/putus),
• yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah
berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah
dikebiri (al maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990).
saya posting dari blognya;akhi el-afassy,jazakallah