Selasa, 25 Februari 2014

 BERAGAM CERITA DALAM AMPLOP

Percaya tidak...kalau aku masih menyimpan koleksi surat-surat sejak aku kelas 5 SD?gak percaya?? yah udah..hehe..

Kalau kalian mengatakan itu hal biasa,banyak orang juga mengoleksi surat maka bagiku itu adalah aktivitas yang "agak " kurang biasa.

Mereka mulai kukoleksi seiring aku menerima surat-surat berikutnya.Saat aku hijrah untuk kuliah ke Padang,mereka kubawa pindah.Pasca menikah tahun 2004 aku harus mengikuti suami yang bertugas di Pasaman,surat-suratku turut serta.Hingga berdomisili tetap di Pariaman sekarang ini,mereka masih awet.Kondisi mereka semua sangat baik dan terawat,karena setiap lembarannya kubungkus dengan plastik berperekat dan kugabungkan dalam satu map. 

Kumpulan surat-surat itu menyimpan beribu kenangan bagiku pribadi.
Surat yang paling tua umurnya,kuterima saat kelas 5 SD (sekitar tahun 1990)dari seorang sahabat pena pertamaku yang alamatnya kudapat saat itu dari majalah anak-anak.Surat dari Alifa Royana Fitri,si manis dari kota batik,Pekalongan.Sejak kita masih seragam putih merah sampai kuliah serta suka-duka hidup (hiks..) terekam di sana.Bertukar cerita tentang sekolah,keluarga,perasaan,pendapat,keinginan atau cita-cita Surat dari Fitri (begitu dia kupanggil,dan dia memanggilku Sari) adalah yang terbanyak di antara sekian surat karena dialah sahabat penaku yang terawet,hingga e-mail memisahkan hehe..maksudnya,sejak ada e-mail aktivitas surat-menyurat kertas sudah terasa kurang efektif lagi.Betul tidak??bagi yang pengalaman,pasti angguk-angguk sepakat...

Selain Fitri,surat dari sahabat penaku Surya Firdaus dan Gunawan dari Sei Rampah,Deliserdang juga masih menyimpan cerita2 konyol persahabatan kita.Hamdani dari Samarinda yang selalu sharing tentang organisasi,cerita-cerita travelling dan tak lupa juga saling bertukar belajar bahasa daerah. Dan beberapa surat sahabat pena yang persahabatan dalam surat berumur singkat.
Yang selalu meninggalkan kesan,surat dari ayah,mamak yang selalu kuterima saat kuliah.Surat-surat orangtua sebagai perpanjangan untuk mengantarkan nasihat-nasihat kehidupan,kesabaran dan ketabahan melewati studi di daerah asing.Surat ini terlihat lebih lecek dibandingkan yang lainnya,karena seringnya dibaca.Terkadang menjadi penawar hati saat kesedihan melanda.Bagaimana mau curhat ke kampung,saat itu telepon masih barang langka apalagi handphone.
Juga terselip surat dari si bungsu,Dinda yang saat aku kuliah dia masih TK,tulisan pertamanya masih tersimpan padaku.

Sahabat yang telah terasa sebagai saudara,Dwi lestari alias Wiwik....adalah sahabat yang kutemukan saat-saat akhir masa perkuliahan,dan begitu tamat dia harus melanjutkan S2 ke UGM.Cerita kami berlanjut ke surat.Walaupun tahun 2006 itu alat komunikasi telah modern tetapi kami  ingin berbagi cerita dalam helaian kertas.

Kini,koleksi suratku tersimpan dalam kardus di gudang bersama koleksi barang-barang lainnya.Sengaja kusimpan,kelak akan kutunjukkan kepada anak-anakku bagaimana sebuah sejarah tercatat dan mereka menjadi saksi lembaran itu. Tentu saja,aku  menunggu usia mereka telah cukup faham akan cerita-cerita dalam koleksi surat itu.

Saat belanja ke toko alat tulis,terkadang mataku masih mencari-cari kertas surat bergambar bunga atau karrtun,dilengkapi amplop senada dan berbau harum.Tapi pastinya tidak ada lagi ya karena orang tidak membutuhkannya .Kini komunikasi telah dikelola melalui beragam gadget canggih.Dunia telah terasa semakin sempit dan kecil karena komunikasi manusia semakin intens.
E-mail,microblogging,BBM,WhatsApp,YM,dan yang lainnya lah...

Tapi walau bagaimanapun semua itu berbeda dengan kesan menulis surat,belepotan tinta pena,tempelan prangko, sebuah kotak surat oranye yang tegak di tepi jalan dan  tentunya..tiinn..tinn...pos...pos!! Fitri..ada surat lagi nih..

Kesempatan kedua di Apresiasi GTK 2023

 Seolah rendezvous, aku menatap Bandara Internasional Minangkabau pagi itu, 20 November 2023. Sementara hiruk pikuk rombongan Apresiasi GTK ...