Kamis, 24 Juni 2021

Parenting

 Sudah lama aku berkeinginan melakukan tes StiFIn pada anak-anakku. 

Kamu sudah tau apa itu Tes Stifin?bagi yang belum pernah dengar, tes tersebut dilakukan untuk mengetahui kecerdasan seseorang melalui sidik jari dengan metode tertentu.

Penemuan metode tersebut itu sebenarnya sudah termasuk lama, dan aku tertarik lebih karena ingin tahu setelah membaca pandangan atau pengalaman orang yang telah melakukan.

Kesepuluh jari kita akan direkam dengan alat yang terkoneksi ke server pusat, yang akan mengidentifikasi sidik jari yang kita punya. tergolong ke dalam 5 kategori yang menmggambarkan cara berfikir otak kita. Setidaknya begitu kata penemunya ya..

Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling, Insting (STIFIN)

Suami telah melakukan tes ini 5 tahun yang lalu.

Dari 5 anakku, 2 orang kategori Thinking seperti ayahnya, dan 3 kategori Intuiting.

Dan aku satu-satunya yang Feeling...waw..waw...kenapa emaknya sendiri yang beda ya.??hahaha

Apa pentingnya bagiku mengetahui ini?tak lebih adalah untuk mengetahui pola yang dimiliki anak-anakku yang kuharap membantuku dalam memahami mereka.

Si Thinking adalah orang yang berfikir lebih kepada logika.Yang berperan adalah belahan otak Cortex kiri. Sehingga mereka lebih suka belajar terkait matematika dan sains, karena disana banyak peluang logis matematis.Lain lagi yang tiga si Intuiting yang kreatif dan visioner.

Mengetahui sebagian kepribadian mereka memang terlalu dini jika men'cap' atau men'judge' mereka  dengan vonis tertentu. Karena bagi kami biarkan anak melalui setiap sesi perkembangannya dengan alami. Orangtua hanya bertugas mengarahkan mereka dnegan terlebih dahulu memahami pola pikir, kebiasaan dan minatnya.

Aku si Feeling yang katanya mampu mengikat keluarga ini dengan cinta, merasa jalan ini akan warna -warni dan butuh waktu untuk belajar dan belajar lagi sebagai ibu.

Minggu, 20 Juni 2021

Tentang Pilihan

 Sebuah keputusan besar terpaksa kuambil di awal tahun ini.

2021 memang penuh catatan bagiku.

Semua serba mendadak,datang menyerbuku bagai laron menyerbu cahaya.Akupun tak tahu entah itu takdir yang harus dijalanai atau sebuah pilihan atas kekurangsanggupan.

Akhir tahun kemarin adalah akhir tahun yang membahagiakan saat aku diwisuda dari STIT Syekh Burhanuddin Pariaman setelah perjuangan 4 tahun tepat.

Beberapa rencana telah terpampang di depan mata, aku bersiap untuk mendaftar Program Magister Guru PAUD di UNP,kampus incaranku berikutnya.

Saat amanah itu datang, muncul satu hentakan lagi di hadapanku. 

Anak bungsuku yang selama ini perkembangannya telah meresahkan kami, kembali kami bawa ke pusat perkembangan anak. Klinik MLC di Jati,Padang.Tahun kemarin sudah pernah kami bawa namun karena wabah covid membuat rentan ke pusat kesehatan kami tunda.

Di usia hampir 4 tahun, Azzam kami belum bisa berbicara. Mengingat Zaki, kakaknya si nomor 3 juga mengalami keterlambatan bicara membuat kami merasa tidak terlalu masalah.Mungkin waktu yang akan menyembuhkannya.So sad..atas pemikiran bodoh kami ketika itu.Karena hingga kini klas 5 SD Zaki masih mengalami kesulitan mengucapkan kata karena fisiknya yang menyebabkan gangguan tidak pernah kami terapi.

Kasus Azzam beda, selain belum bisa sama sekali berbicara, dia juga mengalami kekurangan fokus dan beberapa gejala hambatan tumbuh kembang. Materi yang kudapat selama kuliah, rasa bersalah atas  abangnya dan benturan rasa bersalah lainnya mendera diriku khususnya.Dan rasa itu semakin lengkap begitu diagnosa akan Azzam kami terima. Setelah menemui dokter anak, mengikuti tes BERA untuk menguji pendengarannya ( di Sentra Pendnegaran AURIS,Purus ,Padang) bisa disimpulkan gangguan Azzam sejenis autis.Namun Alhamdulillah masih taraf ringan.

Awal tahun itu   adalah masa terendah akan motivasiku. Entah kenapa, aku menyelahkan diriku sendiri. Tampak hal lainnya Azzam normal, daya ingatnya bagus dan fisiknya tidak masalah. Dia yang tampaknya biasa saja namun jawaban kenapa selama ini dia cenderung  aktif berlebihan bukan sebatas perkembangan normal. Dia tidak faham akan perintah, dia tidak mau berteman.

Saat itu aku hanya berpusat pada diriku.Aku menganggap orang lain tidak perlu tahu karena akulah sumber masalahnya.Semua bagiku tidka penting pada masa itu. Sesudah 4 orang anak sebelumnya, yang ini menyisakan kekhawatiran berlebihan.

Aku menolak amanah besar yang diberikan partai padaku dengan penuh kesadaran.Aku tak peduli apa kesan beberapa orang, yang kutau bahwa aku tak akan sesuai dengan tempat itu dan masih banyak orang lain yang layak menjalankannya dan tentu lebih amanah. 

Akupun memutuskan membatalkan rencana kuliah melanjutkan program magister.Mungkin belum masanya, begitu pikirku.

Karena hal ini masih bisa dihadapi dengan sikap wajar, aku pun wajar saja menyikapi itu namun dengan perasaan campur aduk masa itu. Aku dan suami yang memang selalu berdua membawa Azzam bolak balik ke klinik di Padang sepakat  mengikuti saran dokter mengikuti terapi Sensori Integrasi. Karena masalah awal Azzam tampak pada inkonsistensi pemahamnya. terapi SI ini direncanakan 8 kali pertemuan kelak akan dilanjutkan dengan tahapan Terapi Wicara (TW)

Dokter memberi pilihan tempat terapi. Sesudah mendapat kabar di rumah sakit yang meyani BPJS terapi harus masuk daftra tunggu, kami memilih terapi di klinik MLC yang sedang ada jadwal kosong setiap hari Kamis dengan konsekuensi kami kesti ke Padang setiap hari Kamis siang.Itupun kami sanggupi.

Alhamdulillah terapi Azzam berjalan 2 bulan sejak Februari hingga awal April (karena sempat absen 2 kali kunjungan).Terapi berhenti karena akan memasuki bulan Ramadhan, yang membuat kami susah ke Padang karena 2 orang anak lagi tinggal di rumah. 

Perkembangan selama terapi Sensori Integrasi dan diiringi minum obat, Alhamdulillah beberapa kata telah terucap dari mulut Azzam.Dia seiring waktu semakin banayak mengucapkan kata dan bisa mengikuti lagu yang sering didengarnya di Youtube.

Sampai saat ini, kami hanya memaksimalkan dengan mendampinginya dalam berkata-kata.Aku menjadi sering bernyanyi bersamanya, karena Azzam suka menyanyi, mengulang kata yang terucap dari kami.

Pilihan Terapi Wicara belum kami lanjutkan karena haru konsultasi lagi ke dokter, serta mencari tempat terapi yang dekat saja.

Semoga Azzam semakin pintar.Aamiin..


Kesempatan kedua di Apresiasi GTK 2023

 Seolah rendezvous, aku menatap Bandara Internasional Minangkabau pagi itu, 20 November 2023. Sementara hiruk pikuk rombongan Apresiasi GTK ...