Jumat, 09 Desember 2022

Rinjani, Dekat di Hati Jauh di Kaki

 Perjalanan ke Rinjani ada adalah idaman di hati sejak tahun 2017

Kala itu suami mendaki kesana dan pamer foto yang semuanya indah serta menakjubkan!

Masya Allah..cantik benar pemandangannya. 

Sejak itu, setiap dia  mengajak naik gunung, aku menjawab: Oke, tapi maunya ke Rinjani!

Akhirnya sering nonton Youtube tentang pendakian Rinjani. Makin kuat deh keinginan. Tapi yah mesti nabung dulu, secara kan gunung cantik itu nun jauh di sana. Mahal diongkos. Juga persiapan lainnya karena mesti meninggalkan anak di rumah.

Perjalanan ke Lombok dikabulkan Allah SWT di Agustus 2022.

Kebetulan nih, aku ulang tahun ke 42 (hampir lansia..hihi..)

Keberangkatan kami dimulai 31 Agustus 2022, berangkat pukul 07.00 ke Lombok  diselingi transit dulu di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng.

Alhamdulillah sesudah dua kali penerbangan, kami sampai pukul 11.00 di Bandara Lombok Praya.

Kami memutuskan berkeliling dulu , berwisata sebelum mendaki gunung. Karena biasanya kalau turun gunung kaki sakit dan kram, wkkwkw..

Sabtu, 3 September 2022 kami bersama Eko, sang guide yang membantu pengurusan persyaratan administrasi (termasuk registrasi online), bagi kamu yang ada niat nanjak ke Rinjani jangan lupa registrasi online dulu yah, nanti di pos kamu mesti daftar ulang lagi. Juga diwajibkan menyertakan bukti kesehatan baik yang bisa kamu dapatkan ke puskesmas terdekat atau kalau pakai agen travel sih nanti difasilitasi.  Ini sebagai  sebagai syarat wajib mendaki lho,  pastikan fisikmu baik.

Sesudah kelar  lalu registrasi ulang di pos kami  langsung dibawa menuju pos awal (istilah di sini kandang sapi).




 

Demi menghemat tenagaku yang sangaaat pemula sekali,hihi..dari 'Kandang Sapi''' kami naik ojek yang setiap orang mesti bayar 175 Ribu Rupiah. Lumayan menghemat perjalanan 3 jam . Ojek mesti Nge-Traill di jalur yang mendaki selama 30 menit. Sepanjang jalan itu kami melewati para pendaki yang berjalan. Wadaww..sudah terlihat kepayahan mereka. Untung aku pakai ojek.hehe.Jalur menuju pos 1 dan 2 melewati setengah bagian hutan .Lumayan masih banyak pohon sehingga terasa teduh.


 

Kami di turunkan ojek di Pos 2. Nahh..perjalanan dengan kaki pun dimulai.


 

Waktu menunjukkan pukul 10 saat kami mulai menapak. Cuaca cerah dan berjalan di tengah savana, atau padang rumput sepanjang jalan. Nafasku mulai ngos-ngosan dan kaki yang jarang pemanasan makin terasa berat. Untung pemandangan indahnya membuat takjub kemana mata memandang sehingga memberi hiburan di hati ini. Air minum yang terhubung dengan selang di punggungku semakin berkurang. Bayangkan....nafas terasa sesak dan tenggorokan kering. 


 

Mendaki gunung memang tak ada enaknya...tentu saja..gak aku aja tentunya. Rekan seperjalanan pun begitu. Bule pun begitu. Tapi bedanya mereka masih muda-muda . tapi hatiku lebih trenyuh melihat para potter yang berpapasan dengan   membawa keranjang penuh barang pendaki di punggungnya. Sembari berjalan dengan Eko kami banyak mendapat info, bahwa selama pandemi Covid-19, para potter malah kehilangan sumber penghasilan. Pendakian dibatasi, wisatawan tidak ada, mereka pun menganggur. Padahal itulah sumber penghasilan mereka selama ini. Jadi walaupun mereka terlihat lelah, tapi dalam tangisku aku tersenyu melihat kegigihan mereka.

Sepanjang perjalanan bukanlah mudah. Fisik yang hampir menyerah, lelah dan letih. Untung semangat masih membara.

Pemirsa mau tau bagaimana aku bisa tetap pantang menyerah? 

Aku selalu berdialog dengan diriku.Sebelum mendaki ini, aku mengalami kondisi psikologis yang pernah membuatku menangis kencang. Asa dan tekadku yang terasa menipis dalam mengelola sekolah PAUD yang kupunya membuatku hampir menyerah . Banyaknya  tantangan yang menguji keikhlasan dalam beramal. Pernah aku menyalahkan keadaan namun suatu kejadian itu membuatku sadar bahwa Allah selalu ada dan tak meninggalkanku. Ada saja solusi yang tak terduga yang dikirim Allah.

Hal itu salah satu yang menguatkanku selama pendakian. Bahwa dalam rasa gundah dan sedihku, Allah berikan kekuatan jiwa dan berkat.Kadang aku komat-kamit sendiri, tersenyum sendiri, mengusap airmata sendiri. Bang suami dan guide sibuk mengobrol, mereka gak liat,hehe

Selain itu aku sadar sepenuhnya bahwa perjalanan ke Lombok ini bukanlah mudah. Mahal diongkos dan mesti meninggalkan Azzam bersama neneknya di rumah. Untuk ke sini lagi entah kapan lagi. Mengingat itu aku bertekad untuk tidak menyerah,kan nanti menyesal dan terbayang-bayang..ye kaann..

Alhamdulillah...tepat saat ashar, kami sampai di Pelawangan, dikenal sebagai tempat kemping para pendaki sebelum ke puncak. Pelawangan merupakan dataran yang memanjang dengan lembah dan jurang di bawahnya. Dari sana sebenanrnya tampak Danau Segara Anak, namun pas kami di sana, kabut mulai muncul.Tenda sudah tegak dipasang Mas Hari , potter kami yang telah duluan melesat ke puncak.

Bersyukurnya aku, sampai dengan sehat dan tetap semangat walau badan letih.

Nah..sampai di tenda, kami masih sempat menyaksikan matahari tenggelam sambil makan goreng pisang dan gelappun lalu menyelimuti Rinjani...




 

Malam hari suasana sekitar Pelawangan camp sangat ramai..tenda sebelah kami beberapa bule yang masih muda. Sambil berbaring di tenda aku nguping mereka ngobrol cukup jelas. Sedangkan suami masih ngobrol di luar tenda. Aku memilih selimutan mengusir dingin sambil main hp.

"Cukup sampai di sini sajalah,"Kataku saat ditanya apakah esok ke puncak (summit)

''Capek dan rasanya gak sanggup''Tambahku lagi mengingat esok harus bangun jam 1 pagi supaya sampai puncak tidak kesiangan.

Ya iyalah..sudah makan, santai dan selimutan, rasa malaspun mendera.

Tapi sebenarnya penasaran, karena kabut tebal di Pelawangan ini , Danau Segara Anak belum  terlihat. 

" Istirahat saja dulu, kita lihat kondisi besok"Kata suami

Aku pun tidur dengan tidak berniat ke puncak.

Tapi tak kusangka, aku terbangun dengan badan segar bugar karena mendengar keramaian orang lewat depan tenda. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 01 dinihari.Pantas orang sudah mulai naik.

Tiba-tiba semangatku muncul. Membayangkan rasa penasaran belum melihat danau.

"Yoklah, kita naik, tapi sampai dimana sanggupnya aja yaa.."

Okeee..

Kami memasang perlengkapan terutama Headlamp, memasang geiter untuk menghalangi pasir masuk sepatu (ini penting sekalii...)

Di awali dengan doĆ” bersama kami bertiga melangkah menuju puncak dan sepertinya kami rombongan terakhir. Di atas sana kerlap kerlip lampu pendaki seperti bintang berpendaran.



 Walaupun Eko sudah menggambarkan rute berpasir yang akan kami lalui tapi terasa beraaatt sekali. Istilahnya melangkah satu langkah, turun dua langkah. Jalur mendaki curam dan penuh pasir yang saking lembutnya serasa sepatu melesak masuk ke dlam pasir itu.Dengan bantuan tongkat mendaki langkah demi langkah kupaksakan naik di tengah gelap. Satu dua pendaki berpapasan, ada yang menyerah dan memilih turun. Seorang ibu melangkah turun dibimbing teman atau suaminya sepertinya  tidak sanggup lagi.Melihat itu entah kenapa, semangatku semakin membara.

Suami terus menyemangati dan sabar menunggu saatku berhenti istirahat (dan ini sering..setiap 5 langkah pasti berhenti saking gak kuatnya).

Gambaran danau yang indah sudah di depan mata.

Alhamdulillah..setelah hampir 4 jam berjalan ,tepat fajar menyingsing kami tiba di jalur datar atau punggung Rinjani. Langit memerah dan dari kejauhan matahari mulai tampak. Kami shalat Subuh di atas tanah sesudah tayammum .

Kami menikmati matahari perlahan naik dan MasyaAllah Danau Segara Anak pun tampak di bawah sana. 

Hatiku diliputi kebahagiaan..dada rasanya mengembang penuh saking terpesonanya. Tapi aku gak menangis, karena tangisku sudah kuangsur selama mendaki kemarin hihi..

Tak lupa puas-puasin foto-foto. Tentu saja untuk foto couple, Eko yang masih jomblo jadi fotografernya. Dia hanya bisa tertawa protes ngiri menertawakan pasangan yang sesudah 18 tahun ini bisa juga pergi mendaki berdua. 

Terlihat di foto ini,  nun jauh di   seberang  laut tampak Pulau Sumbawa dan Gunung Tambora-nya serta di sisi lain Pulau Bali dengan Gunung Agung dan Gunung Batur. 


Pak Suami dan Eko di belakangnya.


Foto ku dnegan latar Gunung Barujari yang berasap

Di foto di bawah ini, di belakangku adalah puncak Rinjani yang jika kami menuju perlu waktu sekitar 2-3 jam lagi dan tenaga yang setrong.



Mojok berdua, Eko fotoin sambil protes! Sorry Eko.
Foto hits ,sekalinya pose begini kayak mau terjun.hee..

Foto Berdua dengan latar Danau Segara Anak dengan gunung kecil "Barujari" yang dikenal juga dengan nama anak Rinjani. Danau itu sebenanrnya Kaldera atau kawah Rinjani yang mungkin terbentuk akibat letusan masa lampau 

Hari mulai terang, kami terus berjalan katanya menuju puncak kita mesti berjalan selama 3 jam lagi.

Hatiku mulai goyah .  Jalur di punggung Rinjani sangat ekstrim. Lebar jalan hanya setengah meter dan kanan kiri jurang menunjukkan bukit di bawahnya. Terus terang aku gamang, tidak berani melihat ke bawah . Hatiku berkata-kata. Apakah aku sanggup melewati jalur di atas sana? Akhirnya kuputuskan aku hanya sampai di sini. Bagiku ini pun sudah cukup indah. Dengan tanpa menyesal, aku menguatkan tekad, aku mesti banyak bersyukur walaupun hanya sampai di sini. Kedua rekankupun sepakat. 

Di tengah hari yang mulai panas kami turun sambil tetap menikmati rimbunan Edelweiss sepanjang jalur. Masya Allah...aku takjub melihat jalur yang kami lalui dalam gelap tadi. Sepatu tertimbun pasir lembut.Tapi karena jalur turun, malahan kami bisa berlarian dan seluncuran seperti di arena ski  haha..








 

Sesudah istirahat sebentar di tenda, kami pun kembali turun ke Sembalun.Pendaki lain biasanya memilih lanjut ke Danau Segara Anak dan nge-camp di sana sebelum turun lewat jalur lain yang berakhir di Desa Torean.Karena barang kami ada di Homestay, kami mesti turun kembali ke sana. Dan hanya 2 tim yang terlihat turun ke jalur ini kembali.

Alhamdulillah...lega rasanya tiba kembali di bawah dan bisa beristirahat malam itu dengan perasaan puas. Aku berterimakasih kepada Allah SWT dan khususnya diriku sendiri yang bisa membuktikan diriku bisa melewati rintangan. Yang tak kalah hebat tentu tim seperjalananku yang sangat pengertian. Ikut bertakbir saat aku takbir melawan lelah dan ikut menyemangati dengan perlakuan bahwa aku mampu. 

Semoga suatu saat bisa kembali lagi kesana

Rinjani..panggil aku lagi dooong..





 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kesempatan kedua di Apresiasi GTK 2023

 Seolah rendezvous, aku menatap Bandara Internasional Minangkabau pagi itu, 20 November 2023. Sementara hiruk pikuk rombongan Apresiasi GTK ...