Bulan Mei Tahun 2024 ini, tepat 7 tahun usia Azzam. Dan kami rasa telah pas masanya dia memasuki jenjang sekolah dasar (SD). Setelah mempertimbangkan berbagai alasan, akhirnya Azzam kami daftarkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Sumatera Barat. Ketika aku membuat postingan hari pertama sekolah anak, ikutan euforia emak-emak umumnya hee..banyak yang bertanya (khususnya di Facebook), kenapa Azzam sekolahnya di SLB?
Nah, panjang ceritanya....
Tahun 2019, saat azzam telah berusia 2 tahun kami mengamati bahwa perkembangannya berbeda dari terdahulunya (a.k.a.abang kakaknya). Azzam masih belum bisa berbicara (Speech Delay). Dikatakan pengalaman baru ya tidak juga. Karena abang no.3 nya,Ahmad Zaki juga mengalami keterlambatan berbicara hingga lancar berbicara di usia 8 tahun. Apakah kami membiarkan Zaki tanpa terapi? kami pernah bawa ke klinik terapi tetapi pertimbangan dari dokternya hanya terapi di rumah saja (beberapa caranya ditunjukkan pada kami) tapi perkembangan Zaki lainnya tampak normal. Kalau Azzam cenderung sangat aktif (hiperaktif) dan itu yang membuat kami membawanya untuk mendapatkan diagnosa ahli perkembangan anak.
Kami membawa Azzam untuk konsultasi di klinik My Lovely Child di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jati, Padang. Kami memilih MLC karena Zaki dulu kami bawa konsul ke sana. Saat kami menemui dokter anak yang kami tanyakan pertama adalah apakah ada gejala autis pada Azzam? kata dokter: tidak. Azzam ada kontak mata . Namun cenderung cuek ketika di tes dengan suara-suara. Lalu untuk pendalaman fungsi pendengaran kami dirujuk pemeriksaan lanjutan. Kami pun memeriksakan pendengaran Azzam ke klinik Auris di Purus Padang. Di Auris, Azzam di bius/ditidurkan sehingga segala kabel yang menempe di kepalanya dapat mendeteksi normal tidaknya suaranya sampai sekecil-kecil suara yang ia dengar. Hasil dari Auris kami bawa ke MLC lagi dan kata dokter pendengaran Azzam normal. Kesimpulan awal dari dokter bahwa Azzam di diagnosa ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) atau gangguan Hiperaktif dan minim pemusatan perhatian. Bahasa sederhananya gangguan fokus, sejenis itulah..
Azzam disarankan terapi lalu kami ikuti, jadwal terapi sudah didapat di klinik MLC yaitu setiap hari Kamis sore. Kami pun pulang pergi ke Padang yang berjarak sekitar 60 km dari Kota Pariaman untuk mengikuti terapi yang berdurasi 60 menit/pertemuan. Untuk gambaran biaya terapi di klinik MLC yaitu Rp.140.000/ pertemuan (Tahun 2020). Namun, awal 2020, Wabah Covid menyerang sehingga kami memulai terapi Azzam di akhir awal tahun 2021 saat keadaan klinik sudah berjalan normal walau pada masa terbatas (PTMT)
Terapi Azzam yang pertama adalah Sensori Integrasi yang melatih semua indera sensorinya agar lebih peka. Terapi ini kami ikuti 2 bulan karena bertepatan bulan selanjutnya bulan puasa, aku memilih fokus dulu di rumah karena jadwal terapi sore membuat kami buka puasa di jalan dan kami mesti meninggalkan kedua abang Azzam di Pariaman . Setiap terapi adalah upaya kita 'menjemput kembali' ketertinggalan dalam fase perkembangan anak sehingga hasilnya belum terlihat dalam masa 1 atau 2 bulan. Tugas kita hanya berusaha menjalani sesuai perkembangan ilmu pengetahuan terkait itu. Pertengahan tahun 2021 kami lanjut terapi Azzam . Sesudah konsultasi juga dengan psikolog di klinik MLC, Azzam mendapat Terapi Perilaku (Behaviour Therapy).Ini juga kami ikuti selama 3 bulan.
Berapa lama kita ikut terapi sebenarnya terserah kita selagi kita menyadari bahwa masa tumbuh kembang anak tidak dapat terulang lagi dan kita tidak ingin mengabaikan waktu. Dalam waktu berjalan, ada peraturan baru dari klinik MLC bahwa durasi terapi yang semula 60 menit 'dipangkas' menjadi 45 menit saja, di tambah jadwal padat Abi Azzam sering menjadikan kami izin tidak ikut terapi dan membuat kami berhenti ke Padang.
Tahun 2023, aku mendengar ada klinik psikologi di Lubuk Alung yang notabene dekat dari rumah , melayani terapi ABK juga, ada anak teman yang terapi di sana. Kami pun berkonsultasi dengan Psikolog Muslimah Hanif pemiliknya. Diagnosanya masih sama, Azzam ADHD tapi tidak berat. Kami pun mengikuti terapi di sana dengan jadwal 2 kali seminggu selama 3 bulan. Kami sudahi terapi Azzam di sana karena faktor sekolah. Azzam sudah mulai fokus saat sekolah PAUD dan pas usianya juga 6 tahun. Rentang fokusnya sudah mulai lama dan mau diajak masuk kelas (sebelumnya kerjanya hanya berlarian ).Melihat perkembangannya dan sesuai peraturan terkini, aku memutuskan memasukkannya ke SD saat usia 7 tahun saja.
Dari perkembangan kognitifnya Azzam terlihat normal. Dia sangat menyukai segala permainan dan tontonan yang berbau alfabet. Azzam bisa membaca lancar di usia 5 tahun dan menghafal beberapa ayat pendek atau lebih setengah juz 30 /Juz Amma (sesudah aku tes sendiri) . Kalau menurutku sih dia cerdas, tapi tetap saja kemampuan sosialisasi dan penguasaan dirinya akan menentukan kemandirian dan bekal hidupnya kelak). Aku membiarkan saja Azzam belajar yang dia mau tanpa dipaksa karena fokus kami lebih kepada bagaimana dia bisa berbicara seperti anak seusianya.
Awal tahun 2024, Paud Zamzam yang mana temanku sebagai pengelolanya menyampaikan bahwa di Paud Zamzam ada terapis dan aku memutuskan Azzam terapi di sana menjelang dia masuk SD. Sesudah konsultasi dengan psikolog di sana , akhirnya Azzam ikut terapi bersama Pak Tedy, Setiap konsultasi pasca terapi bersaa pak Tedy, fokus Azzam semakin baik. Tapi terapi Azzam bersama pak Tedy tidak lama, tidak sampai 2 bulan karena bertepatan juga dengan bulan puasa.
Nah, itulah riwayat terapi yang diikuti Azzam selama tahap tumbuh kembangnya. Bagaimana hasilnya? Alhamdulillah banyak perubahan. Mungkin juga faktor umur yang semakin bertambah, akal yang semakin berkembang dan juga terapi yang mengiringinya. Namun walau Azzam sudah mulai agak 'tenang', tidak sembarang nyelonong menyeberang jalan, mulai mau mendengar perintah, dan mulai mengucapkan satu dua patah kata diiringi bahasa isyarat, sudah bisa mengerti larangan jangan teriak-teriak tak jelas, tertawa tak jelas (hatiku pun mulai tenang). Sudah mulai berkomunikasi 2 arah dengan kami.
Tapi untuk memasukkannya ke sekolah dasar biasa aku masih ragu. Aku sering mendengar bagaimana anak-anak yang serupa Azzam membuat guru kewalahan. Walaupun tujuan orang tua agar anak bergaul dengan yang 'normal/non-ABK' aku kok ya cenderung kasihan lihat gurunya hiks..
Di Pariaman belum ada SD yang mengikrarkan lembaganya sebagai sekolah inklusi dimana anak ABK bisa bersekolah di sana. Dan di SDIT tempat abang kakak Azzam sekolah, belum menerima ABK karena mencari shadow teacher bukan hal yang mudah pula ternyata.
SLBN 1 Sumatera Barat ini bukanlah hal asing bagi kami. Karena letaknya hanya sekitar 300 meter dari rumah kami di Kampung Baru. Sekolah ini hampir tiap hari kami lewati dan juga tempat Azzam biasa bermain di sore hari. Bisalah jalan kaki saking dekatnya.
Jadi, ini pertimbanganku memilih SLB:
1. SLBN 1 ini membuka layanan semua ketunaan dan semua jenjang dari SD hingga SMA. Disana juga dibuka kelas individual untuk anak yang masih perlu penanganan khusus.
2. Sesudah mendaftar, Azzam di asesmen oleh pihak sekolah dan ditempatkan di kelas individual karena masih sangat aktif. Azzam hanya belajar sendiri dengan 1 guru di kelas. Nanti sesudah perkembangannya lebih baik mungkin Azzam akan masuk kelas klasikal (yang isinya lebih banyak)
3.Durasi belajar Azzam hanya 1 jam setiap hari dan tak boleh ditunggui orangtua.
4. Kurikulum Sekolah Luar Biasa tentu tidak sepadat sekolah biasa. Ini penting terutama bagi ABK yang kebutuhannya berbeda. Anak Berkebutuhan Khusus tidak bisa dipaksakan mempelajari semua hal dengan keterbatasan mereka.
5.Guru di SLB merupakan tamatan pendidikan luar biasa yang dirasa lebih mudah memahami ABK dan memperlakukan sesuai kebutuhan anak. Guru Azzam kebetulan adalah guru yang baru pindah kesana karena terekrut PPPK dan sebelumnya adalah guru di SLB swasta di Padang. Sehingga setiap kelas usai kami selalu berdiskusi perkembangan Azzam setiap harinya dan membuatku terkenang masa-masa terapi awal Azzam. Sesi diskusi ini penting bagi orangtua, apalagi aku yang guru PAUD. Waktu kuliah aku pernah mempelajari matkul ABK namun realita dan pemahamannya lebih kompleks ketika kita melihat dan mengalami langsung serta berinteraksi dengan pendidik ABK.
Nah, itu pengalamanku mendampingi Azzam Sang Permata Hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar