Siang ini, aku dan suami mengantarkan si sulung Wafa ikut tes masuk di SD dambaannya, SDIT Mutiara.Dikatakan "dambaannya" mungkin tak sepenuhnya benar.Karena setahun yang lalu "promotornya" yaitu kami,abi dan uminya sudah mulai mengompori Wafa dengan segala cerita tentang SD itu.Yang jelas,akhirnya dia memang menginginkan sendiri untuk menjadi murid di sana.
Sebagaimana seperti kebanyakan orangtua yang anaknya baru masuk sekolah,keharuan menyergapku....si kakak sudah besar rupanya.Tak terasa sudah 6 tahun umurnya.Ah....... dari jendela kuperhatikan si sulungku sedang menjawab pertanyaan calon ustadzahnya dengan malu-malu.Sepertinya dia akan di tes membaca.
Ngomong-ngomong tentang membaca, ingatanku melayang ke beberapa tahun yang lalu......
***
Saat tren Homeschooling marak dibahas di media-media,saat itu aku masih lajang dan mengikuti bahasannya tanpa pernah terfikir akan mengamalkannya atau tidak kelak.Namun,beberapa tahun kemudian saat aku sudah memiliki Wafa dan menikmati keseharian bersamanya,hatiku tergelitik untuk mengulang lagi membaca tentang homeschooling.Juga kisah H.Agus Salim yang menyekolahkan anaknya di rumahnya sendiri,dan beberapa contoh orang tua lain yang telah melakukannya.Kemudian aku tertarik untuk mempraktekkan konsep "sekolah rumah" itu bagi pendidikan anakku.Padahal saat itu Wafa baru berumur 1 tahun. Kubayangkan,kelak dia tidak perlu disekolahkan ke PAUD bahkan SD sekalipun.Cukup aku saja yang mengajarinya di rumah.
Dari beberapa bacaan kucoba menyusun panduan,kurikulum yang terarah untuk bekal mengajar dan mendidiknya kelak.Suatu ketika saat berdiskusi dengan teman-teman,seorang teman yang profesinya guru PAUD menyatakan bahwa homeschooling agak ribet dilakukan.Dan pasti kita membutuhkan orang lain untuk menjadi guru bagi mata pelajaran yang kita kurang menguasainya.Untuk kelak mendapatkan ijazah pun,perlu tes persamaan dan lain-lain untuk memperoleh keabsahan hasilnya.Aku jadi berfikir ulang,apakah aku bisa total?
Kemudian keraguan menyergapku,terutama keraguan akan kemampuan diri sendiri (he..he..ngaku deh...).
Okelah,kalaupun tak sampai SD, melewati PAUD pun jadilah.
Ternyata...saat Wafa berumur 2 tahun,Alhamdulillah dapat rezeki adik baru.Otomatis perhatian terbagi.Namun,membelikan buku-buku,kaset dan mainan edukasi untuk Wafa tak berkurang.Hingga suatu ketika,di majalah aku menemukan sebuah promosi kaset yang berisi lagu-lagu pengenalan huruf untuk anak pra sekolah. Tak susah mencarinya di toko.Berharap,dengan kaset ini minatnya membaca muncul.Apalagi bersama paket disertakan kartu flash pengenalan huruf .Mulailah aku bereksperimen dengan memanfaatkan suasana bermain.Tak susah mengarahkannya karena konsepnya dengan lagu.
Tak memakan waktu setahun,Wafa sudah mengenal huruf dan mulai memperlihatkan kemajuan.Semangat?tentu saja!
Tetapi,idealismeku runtuh juga.Saat Wafa berumur 4 tahun,seorang teman yang mengelola sebuah PAUD di dekat rumah membujuk agar Wafa beserta anak-anak tetangga yang lain bersekolah di sana. Akhirnya,jadi juga Wafa bersekolah namun hanya sekitar 5 bulan.Dia mogok dan memilih menghabiskan pagi harinya di rumah.
Ketika Wafa berumur 5 tahun, saat itulah kami pindah rumah ke kompleks yang penghuninya 'minim' anak kecil..Teman bermainnya hanya Jundi dan Zaki (lahir saat Jundi 2 tahun) adiknya.Kelihatannya ia bosan dan merasa kurang teman.Akhirnya......mimpi homeschooling hanya tinggal mimpi.
pernah kucoba membujuk ;"kakak... sekolah di rumah saja ya,ummi yang ajarin"...saat itu pula aku sudah mulai ragu!
Sudahlah,biarlah...sang anak perlu juga sebuah lingkungan yang beraneka,banyak teman yang ceria,serta guru yang berbeda-beda.Selain itu, "guru" yang di rumah sepertinya kurang disegani yah..he..he..
Kami putuskan menyekolahkannya di TK yang terdekat dengan kompleks.Dan kadang dalam proses belajar mengajar 'kuintip' teknik gurunya dan apa saja yang diajarkannya.Akhirnya aku menyimpulkan,belajar membaca harus diteruskan di rumah.Karena,akulah guru yang mendampinginya selama 21 jam di rumah.Aku bertekad meneruskan metoda lyang kupakai.Salah satu teknik yang telah kami lakukan adalah "mengepung" anak dengan buku,membacakannya buku dan tak bosan membelikannya buku .Wafa menjadi anak yang suka buku.
Sewaktu berulangtahun ditanya :"Kakak mau kado apa?"
"..buku!!"lantangnya
Alhamdulillah,satu semester di TK Wafa sudah bisa membaca.
Sewaktu ibu gurunya bertanya:"Siapa yang ngajarin Wafa membaca?kok sudah pintar?"
"Ummi!"jawabnya lantang.
*bangga dikit nih..:)*
Yang juga sering terjadi:
Saat dia berkata"Mi,bacain cerita mi...?"
Kujawab: "kakak kan sudah bisa baca sendiri..."
*dia menggerutu,tapi tetap melanjutkan membaca*
Kenapa bagiku anak perlu cepat pandai membaca? karena banyak hal lain yang menanti untuk dipelajarinya.Dengan membaca dia jadi banyak bertanya arti kosa kata yang baru diketahuinya dari bacaan. Dengan membaca dia jadi mudah mengikuti suatu kisah.
Setelah dijalani , ternyata tak sulit melakukannya asalkan kita fokus.Namun kita perlu menyesuaikan juga dengan tahap usia dan kondisi sang anak.Karena kebiasaan dan sifat yang berbeda pada tiap anak maka berbeda pula pola pendekatan dan pengajarannya .Ini baru satu bagian,membaca.Belum lagi mengaji,berhitung,,menulis dan yang lainnya.
***
Tersadar aku kembali dari sepenggal kisah ,menatap ke dalam ruangan kelas.Sepertinya tes membaca sudah selesai.Selanjutnya tes mengaji....
Kutatap lagi bidadari mungilku,sudah mulai menyatu ceria dengan ustadzah dan calon kawan-kawannya. Duhai,semua berlalu tanpa terasa ya Allah...Si sulung sudah hendak menjadi gadis.Tugas yang semakin besar menanti kami orangtuanya agar bisa menjaganya dan adik-adiknya dengan upaya terbaik kami.Bantu dan kuatkan kami Ya Rabbana..Amin.
saluutt untuk wafa.. lbh salut lagi untuk umminya.. :)
BalasHapus