Rabu, 23 April 2025

Dia, Anak Pertamaku.

          Amirah Shiddiqul Wafa,  20 tahun yang lalu nama itu kuberikan pada putri pertama kami  yang lahir di tanggal 23 April. Kami memanggilnya Wafa. Brru penggelaren, dalam bahasa Pakpak, kunyah dalan bahasa Arab,  ia adalah sematan nama orangtuanya. Dengan kelahirannya aku otomatis dipanggil sebagai Mak Wafa, Ummu Wafa, Umminya Wafa, Mama Wafa.

Pemimpin yang benar  dan menepati janji, begitulah kurang lebih arti dari namanya. Nama yang penuh makna dan harapan. Namun dibalik itu aku yakin dengan nama itu  ia kelak jadi perempuan hebat. Karena ia sudah tangguh sejak dalam kandungan. Mengapa aku berkata demikian? karena akulah saksi akan perjalanannya hingga ke dunia ini (tepatnya) kebersamaan kami sebagai ibu dan anak. 

Dari kelahiran secara normal, masa bayi yang sehat dan perkembangan anak hingga remaja tak kurang satu apapun. Namun perjalanan selama masa awal Allah SWT mengirimkannya kepada kami sangat indah untuk dikenang.

Sesudah menikah di pertengahan Juli 2004, aku langsung mengikuti suami pindah ke Air Runding, Pasaman Barat untuk tinggal di sana. Suami pada saat itu bekerja sebagai staf afdeling perkebunan sawit PT Bintara Tani Nusantara II. Kami tinggal di wilayah bukaan baru lahan sawit  yang sangat luas dimana hanya ada 4 rumah semi permanen untuk  staf . Rumah tersebut  baru dihuni 2 staf dan selebihnya masih kosong . Sebelumnya suami menempati satu  rumah itu dan tetangganya adalah rekan staf yang masih lajang yang bertugas di afdeling lain. Lokasi rumah tepat di atas puncak bukit kecil. Sejauh mata memandang  adalah hamparan sawit di sekelilingnya. Nun di puncak bukit satunya adalah barak tenaga harian lepas. Tak ada kedai apalagi pasar . Terkadang sesekali mobil pick up penjual sembako lewat jika jalan tidak becek.Tapi seringnya absen karena di lokasi kami hampir tidak ada orang. Setiap harinya area itu kosong dan sesekali karyawan yang merawat sawit lewat dengan kendaraannya. Jika suami sedang dinas,otomatis aku hanya sendirian. Aku tak berani kemana-mana karena lokasi sangat sepi dan juga tak ada orang untuk ditemui.

Untuk menuju lokasi rumah staf lain harus menempuh perbukitan sawit berjarak sekitar 2  km. Apalagi untuk keluar ke desa terdekat sekitar 1 jam perjalanan mesti ditempuh. Bagi yang tahu kondisi daerah land clearing kebun sawit  pasti tahu bahwa jalan kebun masih tanah dimana jika hujan akan menjadi berlumpur dan susah ditempuh. Dengan motor lapangan merek WIN yang biasa dipakai suami berdinas , kami ke luar kebun sekali seminggu untuk berbelanja ke desa dan saat pulang kanan kiri motor akan penuh dengan gantungan barang. Menyusuri jalan bebatuan dan berlumpur.  kami nikmati saja  karena kebun minim fasilitas mobil lapangan. Yang ada hanya traktor atau pick up pengangkut pupuk yang kadang menyeberangkan kami pulang jika jalan tak bisa dilewati. Sebelum menikah,aku tidak tahu situasi yang akan kuhadapi namun sebagai  anak pertanian, hal ini biasa bagi kami. Inilah kondisi yang pertaa kuhadapi sebagai seorang istri, mendampingi suami dalam kondisi apapun. Mertua menganjurkan tinggal di Pariaman saja, tapi menikah kan untuk mencri pendamping bukan untuk berjauhan, itulah pendapat kami pada masa itu.

Keliistrikan mengandalkan genset. Selama siang hari tidak ada aliran listrik. Genset perusahaan hidup jam 6 sore dan dimatikan otomatis jam 12 malam. Jadi kami sedia lampu minyak untuk mengusir kegelapan sehingga  tak mungkin memiliki mesin cuci,kulkas dan perangkat elektrik lainnya. Pada masa itupun handphone masih minim dan tidak ada sinyal di tengah hutan. terbayang lah suasana yang kuhadapi. 

Alhamdulillah , sesudah sebulan pernikahan, Sang Maha Pencipta memberi karunia kepadaku berupa rezeki kehamilan anak pertama. Dengan kondisi hamil muda, aku tetap pergi dengan suami keluar kebun sekali seminggu untuk berbelanja atau mencari bidan untuk memeriksakan kandungan. Di tengah goncangan bebatuan jalan kebun, si janin dalam kandungan itu tak berulah. Jangankan flek, rasa sakit atau kram pun tak pernah kurasakan. Hiburan kami adalah buku bacaan yang kami punya. terkadang jika belanja ke kota, aku membeli buku teka teki silang atau koran untuk hiburan selama di rumah. Janin di perutku adalah teman selama sendirian jika suami bekerja. Aku juga mesti menempuh jarak ratusan kilometer untuk mengikuti kajian mingguan (liqo')yang telah kuikuti sejak masih di kampus. 

Namun, 2 bulan usia kandungan terjadi kerusuhan di kebun tempat kami tinggal. masalah lama antara masyarakat desa sebelah dengan perusahaan perihal saling klaim lahan baru. Lahan itu adalah lahan berbatasan dengan desa tempat kami berada yang menjadi tanggung jawab tugas suami. Sebenanrya kahir-akhir itu isu kerusuhan sudah terdengar di antara para karyawan namun tidak terduga mereka tak hanya melakukan demonstrasi tapi juga anarkis. Dimana puncaknya, pada suatu sore, ratusan masyarakat yang anarkis datang dari desa dan langsung menuju lahan dimana rumah kami berada. Karena afdeling tempat kami tinggal yang berbatasan langsung dengan  desa mereka. Mereka berteriak marah dengan tangan berisi botol berisi minyak tanah dan sumbu kain, menggedor pintu, dan mengusir kami keluar. Suasana sangat kacau dan anarkis  dipenuhi orang yang penuh amarah. Mereka mempersekusi rumah perusahaan itu. Setelah aku dan suami diusir keluar, mereka mengeluarkan paksa semua barang kami yang tak seberapa itu(hanya ada 2 kursi plastik, kasur dan dipan, 1 lemari kayu, buku dan peralatan dapur seadanya.) lalu mereka membakar rumah itu di depan mata kami. Beserta motor dinas suami yang biasa kami pakai.  Seingatkau, saat kejadian sore itu,hanya ada aku dan suami. tetangga sebelah sudah kabur menyelamatkan diri. Terakhir baru aku tahu ,saat isu akan terjadi demonstrasi hari itu suami langsung pulang mengingatku sendirian di rumah. Sedangkan karyawan lain menyelamatkan diri. Siapa sangka, pendemo datang dari arah hutan dan kamilah sasaran pertamanya. 

Saat api berkobar besar di depan mata, kami  hanya terduduk di tanah menatap nanar melihat rumah itu menjadi puing-puing dilalap kobaran api.. Tak dipungkiri pasti ada rasa sedih, namun mengingat akan kehamilanku aku harus kuat. Tapi alhamdulillah karena pendemo tidak menyentuh kami. Mereka hanya marah kepada perusahaan dan ingin menghabisi harta milik perusahaan. Sesudah rumah kami habis terbakar, mereka lanjut menuju barak pekerja serta gudang pupuk lalu membakarnya juga.Namun kantor dan perumahan karyawan yang berada di dekatnya tidak sampai menjadi sasaran mereka. 

Hari beranjak malam, kami berdua shalat di antara tumpukan barang dan belum makan apapun. Beberapa orang sudah ada yang datang melihat namun tak bisa banyak membantu.Suami berusaha mencari bantuan tapi situasi  pusat lebih kacau lagi karena gudang telah dibakar. Suasana kisruh, Bos dan para staf menyelamatkan diri. Di tengah situasi kacau akhiranya kami diselamatkan kenalan yang tinggal di lahan sebelah dengan traktornya dan kami di inapkan di pondok gelap tak berlampu di tengah hutan. Sesudah pagi menjelang barulah kami diungsikan ke tempat lain dengan tempat tinggal seadanya. Situasi kacau di dalam perkebunan membuat suami belum mendapat kepastian akan tugasnya. Perkebunan dijaga pihak kemanan dari kepolisian .Kamipun dikontrakkan rumah di Desa Ujung Gading sembari situasi perusahaan kondusif. Suami pulang pergi dengan mobil perusahaan setiap hari,sedangkan aku tinggal di kontrakan. Sesudah sebulan di Ujung Gading kamipun dipindahkan lagi ke dalam perkebunan. Kami tinggal di lingkungan rumah staf dimana 1 rumah terdiri dari 2 keluarga. Di tengah situasi itu, kehamilanku selalu sehat tak ada keluhan. Setiap bulan kami kontrol ke Ujung Gading dengan tetap melewati jalan kebun yang  penuh bebatuan. Jika sore terkadang aku habiskan dengan berjalan kaki di antara perbukitan sawit.

Namun situasi yang belum kondusif, setelah berdiskusi dan mempertimbangkan saran keluarga  maka pada Januari 2005 suami yang sejak lama tak betah dengan manajemen perusahaan dan caranya memperlakukan karyawan , memilih resign dari perusahaan itu. Kamipun pulang ke Pariaman dengan tidak membawa apa-apa. Barang bekas kerusuhan tak ada yang bisa diselamatkan. Uang pesangon tak ada, juga uang tabungan. Padahal kehamilan sudah memasuki bulan ke 7. Dengan mengandalkan kebaikan mertua, kami pun tinggal bersama mereka.

 

Pada pertengahan April 2005 terjadi gempa di Pariaman yang membuat warga termasuk kami mengungsi. Mengingat duka gempa di Aceh tahun 2004 membuat kami trauma. Kami mengungsi di lapangan dan bermai-ramai tinggal di bawah tenda.  Pada masa itu aku tinggal menunggu hari perkiraan kelahiran kandungan ini. Ibu mertua heboh mencari bidan terdekat jikalau nanti cucu pertamanya ini lahir di pengungsian. Namun yang ditakutkan tak terjadi. Sesudah 10 hari sejak kejadian mengungsi , Alhamdulillah Wafa lahir di tengah suasana damai pada 23 April 2005 di klinik Ibu Bidan Firdawati di Rawang Pariaman.

Alhamdulillah 'ala kulli haal..dibalik setiap kesulitan akan ada kemudahan. Kenangan semasa tinggal di Pasaman Barat masih sering kami ulang kepada anak-anak. Bahwa Abi uminya pernah tinggal di hutan dan terisolasi. Tak lupa untuk selalu menanamkan rasa banyak bersyukur, karena kami pernah merasakan tinggal di daerah sulit demi mencari rezeki penghidupan ini. Bahwa mudah bagi Allah SWT membolak balik kehidupan sesorang hamba sehingga kita harus selalu sadar diri dan tak boleh terlena jika diberi kesenangan dunia.

Kepada Wafa kami juga bilang bahwa ia  hampir saja dinamai 'Sawita' atau 'Sawitri' untuk mengenang indahnya momen di kebun sawit . Iya, kenapa gak jadi ya??

Selamat Hari Lahir buat Putri Shalehah kami, Amirah Shiddiqul Wafa

 

Senin, 17 Februari 2025

Thoriq, Si Hitam Manis

18 Februari adalah hari kelahiran Arik, begitu kami memanggilnya. Supaya terdengar keren aja. Nama panjangnya Abdullah Thoriq.  Mengenai anak ke empat kami ini, banyak hal yang mesti diceritakan. Berbicara tentangnya berarti aku bercerita tentang sosknya yang beda dari abang dan kakaknya. Setidaknya begitu komentar dari orang-orang. Yang pertama adalah fisiknya. Kulitnya lebih gelap dari 3 kakaknya. Yang kedua adalah fisiknya yang lincah, tidak bisa diam sejak dini.Juga mudah bergaul dan mudah dikenali karena biasanya akan menyapa lebih dahulu.

Aku akan bercerita tentang kelahirannya. Pada awal  baru menikah aku pernah berencana dengan suami untuk memiliki anak 5 orang saja.Kenapa begitu?menurutku kehamilan perlu direncanakan dan juga atas izin Allah SWT. Usiaku saat menikah  adalah 25 tahun.Aku siap untuk melahirkan setiap 2 tahun. Sesuai ilmu yang aku baca,setidaknya kondisi kesehatan maksimal untuk hamil dan melahirkan sebaiknya dibawah usia 35 tahun. Jika aku diberi kelancaran,aku akan punya anak cukup 5 saja.

Akupun menjalani proses hamil setiap 2 tahun ,hingga anak ketiga lahir saat usiaku 31 tahun. Saat usiaku 32 tahun aku hamil anak ke empat namun qadarullah,kandungan tidak berusia lama. Nah usia 34 aku hamil lagi yaitu si Abdullah Thoriq ini.Karena usiaku sudah 35 tahun saat melahirkannya akupun memutuskan Arik inilah anak bungsu. Namun Allah memang mengizinkan anakku 5 orang, Saat usiaku 38 tahun, aku hamil lagi dan amelahirkan Azzam.Maka, Arik pun batal jadi anak bungsu hehe..dia punya adek lagi saat usianya 4 tahun.

Itulah Arik,si bungsu tak jadi.



Kamis, 09 Januari 2025

Tahun Baru, tulisan pertama di 2025

 Hi!

Apa kabarmu di tahun yang telah berganti ini?

Aku mau berbagi cerita di Januari. Tanggal 9 kemarin adalah hari ulang tahun anak keduaku, Abdurrahman Al Jundi. Setiap mengenang hari lahir pasti juga mengingatkan kembali sebuah proses kelahiran. Antara Ibu dan anak. Anak akan mengingat tanggal dimana awal mula ia menghirup nafas dunia. Ibu akan mengingat kenangan ia bertemu dengan bayi yang sembilan bulan sebelumnya masih dalam bayangan, dekat dengan sentuhan dan membuncahkan  kebahagiaan dengan gerakan aktif di perutnya.

Awal menikah, aku pernah berangan memiliki anak lelaki yang ganteng, besarnya menjadi pelindung dan tampil gagah dengan kebijaksanaan. Allah kabulkan di kelahiran anak kedua ini. Setelah 18 tahun umurnya kemarin, aku menemukan keingananku menjadi nyata. Anakku telah tumbuh besar menjadi pria yang ganteng, gagah, hormat pada orangtua, sayang pada kakak dan adik-adiknya juga pintar. 

Melihatnya tumbuh dengan baik seperti mengingatkanku dengan keharusan banyak bersyukur diberikan anak-anak yang soleh,semoga ke depannya mereka semua menjadi manusia yang  berguna.Aaminn

9 Januari 2007 merupakan hari yang di luar prediksi. Hari perkiraan melahirkan Jundi sesuai perkiraan bidan dan USG adalah akhir Desember 2006. Karena anak pertama diberikan kelancaran lahir normal ,aku juga patuh pada kehamilan kedua ini. 

Namun mendekati jadwal, tidak kurasakan tanda-tanda melahirkan seperti kakaknya dulu di tahun 2005. Setiap pagi aku jalan, melatih posisi bersujud sesering mungkin demi merangsang ia lahir. Akhirnya oleh bidan Firdawati diberikan tenggat 2 minggu dari HPL, jika tidak merasakan kontraksi terpaksa diinduksi .

Akhirnya Desember 2006 berlalu. Tanggal 8 Januri 2007 kami ikuti saran untuk dirujuk ke dokter untuk mendapatkan induksi. Karena di Kota Pariaman pada saat itu belum ada dokter kandungan perempuan, padahal aku inginnya ditangani dokter  perempuan, akhirnya Bidan Firdawati merujuk ke Rumah Sakit Bersalin Siti Hawa di Padang dengan dokter Ermawaty, SPOG.

Pagi jam 10 kami telah tiba di RSB Siti Hawa dan oleh dokter di USG. Perkiraan anak dalam kandungan seberat 3,7 kg. Masih batas normal besarnya. Akhirnya aku masuk ruangan dan disuruh puasa serta  diinfus induksi. Dengan perkiraan induksi hanya boleh dalam batas waktu 12 jam. Jika belum ada tanda melahirkan normal maka harus di operasi.Kami siap dengan resiko itu. Setelah 8 jam menahan sakit kontraksi yang semakin maju semakin sakit, pada jam 6 sore air ketubanku pecah. Saat diperiksa masih bukaan 6. Karena bukaan semakin maju dan air ketuban pecah maka perkiraan dokter bisa melahirkan normal. Maka akupun diberi makan agar bertenaga saat melahirkan normal nanti. Setelah  puasa dari pagi tentu ini adalah makan ternikmat yang kurasakan hehe..namun hingga jam 10 malam masih tetap bukaan 6, maka dengan terpaksa aku menjalani operasi sesar (Sectio Cesare)

Mau bagaimana lagi, ini adalah resikonya. Daripada berbahaya bagi janin yang sudah stress di dalam karena tekanan kontraksi buatan maka dia terpaksa dikeluarkan.

Alhamdulillah menjelang jam 11 malam Jundi lahir dengan berat 4,1 Kg dengan leher terlilit tali pusar.

Sepertinya ini penyebab dia susah keluar karena terjerat tali pusar sendiri. Karena dibius sebagian, aku bisa melihat Jundi diangkat dari perutku . Kelihatan bayi putih agak pucat  dengan tali pusanya mengelilinginya. 

Alhamdulillah ala kulli hal.

Allah anugerahkan kami anak lelaki sehat dan juga berat.

Alhamdulillah

Sabtu, 07 Desember 2024

Progress Azzam

Sekolah Azzam menyediakan program asesmen dari psikolog secara berkala. Karena sekolah itu adalah sekolah Anak Berkebutuhan Khusus, psikolog merupakan mitra yang tak dapat dipisahkan . Jadwal Azzam bertemu psikolog di bulan Oktober 2024. 

Aku mengantar Azzam hanya sampai di pintu ruangan. Dia sendiri di tes di dalam sana untuk melihat sejauh mana perkembangannya. 

Bertemu psikolog bukan pertama bagi Azzam. Saat usianya menjelang 3 tahun, dimana   kami pertama membawanya konsul di klinik My Lovely Child Padang. Pada saat itu kami bertanya apakah ada dugaan autisme pada Azzam? psikolognya bilang bisa jadi namun persentasenya kecil. Namun perlu deteksi lebih lanjut, sembari itu kami disarankan mengikutkan  Azzam terapi.

Selang waktu Azzam berganti tempat terapi, kami selalu didahului bertemu psikolog.

Psikolog kedua mendeteksi Azzam ADHD atau hiperaktif. Mungkin juga karena usianya masih dibawah 5 tahun masih sangat aktif /bahasa medannya 'Lasak'

nah, saat bertemu psikolog ketiga di Januari Tahun 2024 malah psikolog yang berbeda mengatakan Azzam tidak hiperaktif,tapi dugaannya hanya gangguan fokus.Memang Azzam telah berusia 6 tahun dan kami pun merasakan dia semakin tenang ,apakah pengaruh terapi atau memang usianya yang semakin bertambah sehingga aspek perkembangannya perlahan stabil.

Di SLB 1 ini, sesudah Azzam di tes oleh psikolog aku sebagai orangtuanya dipanggil untuk konsultasi. yang kutanyakan masih sama, apakah Azzam masih ada indikasi autisme (walaupun persentasenya kecil) atau apakah memang ADHD? psikolog tidak memastikan keduany. Malah ada info baru, psikolog menceritakan tentang gejala PDD NOH, aku yang baru pertama kali mendengar memperdalam info melalui google. Pengamatan psikolog melihat gejala ini ada pada Azzam. Hasil asesmen ini akan berguna bagi pihak sekolah khususnya guru dalam merancang pembelajaran untuk anak. 

Apa itu PDD NOH? dibawah ini hasil kutipanku dari google:

  Pervasive Developmental Disorder atau PDD adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya kerusakan yang meluas atau cukup parah di beberapa area dari pengembangan: keterampilan interaksi sosial dua arah, kepiawaian dalam berkomunikasi, atau munculnya perilaku, aktivitas, dan ketertarikan tertentu yang tergolong stereotip. Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified atau PDD-NOS merupakan salah satu subtipe gangguan autisme yang umumnya menyebabkan kesulitan dalam belajar berbahasa dan berkomunikasi dengan sesama

Apapun itu, psikolog yang memiliki ilmu terkait perkembangan anak, kita sebagai orangtua mengikuti sarannya agar kelak tidak menyesal. Untuk hasil asesmen kali ini aku bertanya apakah Azzam sudah memungkinkan pindah ke sekolah umum bersama anak non ABK? saran psikolog jangan dulu, atau kalau mau pindah harus tetap memakai guru pendamping (Shadow Teacher)

Kamis, 05 September 2024

Kenapa SLB?

 Bulan Mei Tahun 2024 ini, tepat 7 tahun usia Azzam. Dan kami rasa telah pas masanya dia memasuki jenjang sekolah dasar (SD). Setelah mempertimbangkan berbagai alasan, akhirnya Azzam kami daftarkan  di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Sumatera Barat. Ketika aku membuat postingan hari pertama sekolah anak, ikutan euforia emak-emak umumnya hee..banyak yang bertanya (khususnya di Facebook), kenapa Azzam sekolahnya di SLB?

Nah, panjang ceritanya....

Tahun 2019, saat azzam telah berusia 2 tahun kami mengamati bahwa perkembangannya berbeda dari terdahulunya (a.k.a.abang kakaknya). Azzam masih belum bisa berbicara (Speech Delay). Dikatakan pengalaman baru ya tidak juga. Karena abang no.3 nya,Ahmad Zaki juga mengalami keterlambatan berbicara hingga lancar berbicara di usia 8 tahun. Apakah kami membiarkan Zaki tanpa terapi? kami pernah bawa ke klinik terapi tetapi pertimbangan dari dokternya hanya terapi di rumah saja (beberapa caranya ditunjukkan pada kami) tapi perkembangan Zaki  lainnya tampak normal. Kalau Azzam cenderung sangat aktif (hiperaktif) dan itu yang membuat kami membawanya untuk mendapatkan diagnosa ahli perkembangan anak.

Kami membawa Azzam untuk konsultasi di klinik My Lovely Child di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jati, Padang. Kami memilih MLC karena Zaki dulu kami bawa konsul ke sana. Saat kami menemui dokter anak yang kami tanyakan pertama adalah apakah ada gejala autis pada Azzam? kata dokter: tidak. Azzam ada kontak mata . Namun cenderung cuek ketika di tes dengan suara-suara. Lalu untuk pendalaman fungsi pendengaran kami dirujuk pemeriksaan lanjutan. Kami pun memeriksakan pendengaran Azzam ke klinik Auris di Purus Padang. Di Auris, Azzam di bius/ditidurkan sehingga segala kabel yang menempe di kepalanya dapat mendeteksi normal tidaknya suaranya sampai sekecil-kecil suara yang ia dengar. Hasil dari Auris kami bawa ke MLC lagi dan kata dokter pendengaran Azzam normal.  Kesimpulan awal dari dokter bahwa Azzam di diagnosa ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) atau gangguan Hiperaktif dan minim pemusatan perhatian. Bahasa sederhananya gangguan fokus, sejenis itulah..

Azzam disarankan terapi lalu kami ikuti, jadwal terapi sudah didapat di klinik MLC yaitu setiap hari Kamis sore. Kami pun pulang pergi ke  Padang yang berjarak sekitar 60 km dari Kota Pariaman untuk mengikuti terapi yang berdurasi 60 menit/pertemuan. Untuk gambaran biaya terapi di klinik MLC  yaitu Rp.140.000/ pertemuan (Tahun 2020). Namun, awal 2020, Wabah Covid menyerang sehingga kami memulai terapi Azzam di akhir awal tahun 2021 saat keadaan klinik sudah berjalan normal walau pada masa  terbatas (PTMT)

Terapi Azzam yang pertama adalah Sensori Integrasi yang melatih semua indera sensorinya agar lebih peka. Terapi ini kami ikuti 2 bulan karena bertepatan bulan selanjutnya bulan puasa, aku memilih fokus dulu di rumah karena jadwal terapi sore membuat kami buka puasa di jalan dan kami mesti meninggalkan kedua  abang Azzam di Pariaman . Setiap terapi adalah upaya kita 'menjemput kembali'  ketertinggalan dalam fase perkembangan anak  sehingga hasilnya belum terlihat dalam masa 1 atau 2 bulan. Tugas kita hanya berusaha menjalani sesuai perkembangan ilmu pengetahuan terkait itu. Pertengahan tahun 2021 kami lanjut terapi Azzam . Sesudah konsultasi juga dengan psikolog di klinik MLC, Azzam mendapat Terapi Perilaku (Behaviour Therapy).Ini juga kami ikuti selama 3 bulan.

Berapa lama kita ikut terapi sebenarnya terserah kita selagi kita menyadari bahwa masa tumbuh kembang anak tidak dapat terulang lagi dan kita tidak ingin mengabaikan waktu. Dalam waktu berjalan, ada  peraturan baru dari klinik MLC bahwa durasi terapi yang semula 60 menit 'dipangkas' menjadi 45 menit saja, di tambah  jadwal padat Abi Azzam sering menjadikan kami izin tidak ikut terapi dan membuat kami berhenti ke Padang.

Tahun 2023, aku mendengar ada klinik psikologi di Lubuk Alung yang notabene dekat dari rumah , melayani terapi ABK juga, ada anak teman yang terapi di sana. Kami pun berkonsultasi dengan Psikolog Muslimah Hanif pemiliknya. Diagnosanya masih sama, Azzam ADHD tapi tidak berat. Kami pun mengikuti terapi di sana dengan jadwal 2 kali seminggu selama 3 bulan. Kami sudahi terapi Azzam di sana karena faktor sekolah. Azzam sudah mulai fokus saat sekolah PAUD  dan pas usianya juga 6 tahun. Rentang fokusnya sudah mulai lama dan mau diajak  masuk kelas (sebelumnya kerjanya hanya berlarian ).Melihat perkembangannya dan sesuai peraturan terkini, aku memutuskan memasukkannya ke SD saat usia 7 tahun saja.  

Dari perkembangan kognitifnya Azzam terlihat normal. Dia sangat menyukai segala permainan dan tontonan yang berbau alfabet. Azzam bisa membaca lancar di usia  5 tahun  dan menghafal beberapa ayat pendek atau lebih setengah juz 30 /Juz Amma (sesudah aku tes sendiri) . Kalau menurutku sih dia cerdas, tapi tetap saja kemampuan sosialisasi dan penguasaan dirinya akan menentukan kemandirian  dan bekal hidupnya kelak). Aku membiarkan saja Azzam belajar yang dia mau tanpa dipaksa karena fokus kami lebih kepada bagaimana dia bisa berbicara seperti anak seusianya.

Awal tahun 2024, Paud Zamzam yang mana temanku sebagai pengelolanya menyampaikan bahwa di Paud Zamzam ada terapis dan aku memutuskan Azzam terapi di sana menjelang dia masuk SD. Sesudah konsultasi dengan psikolog di sana , akhirnya Azzam ikut terapi bersama Pak Tedy, Setiap konsultasi pasca terapi bersaa pak Tedy, fokus Azzam semakin baik. Tapi terapi Azzam bersama pak Tedy tidak lama, tidak sampai 2 bulan karena bertepatan juga dengan bulan puasa.

Nah, itulah riwayat terapi yang diikuti Azzam selama tahap tumbuh kembangnya. Bagaimana hasilnya? Alhamdulillah banyak perubahan. Mungkin juga faktor umur yang semakin bertambah, akal yang  semakin berkembang dan juga terapi yang mengiringinya. Namun walau Azzam sudah mulai agak 'tenang', tidak sembarang nyelonong menyeberang jalan, mulai mau mendengar perintah, dan mulai mengucapkan satu dua patah kata diiringi bahasa isyarat, sudah bisa mengerti larangan jangan teriak-teriak tak jelas, tertawa tak jelas (hatiku pun mulai tenang). Sudah mulai berkomunikasi 2 arah dengan kami.

Tapi untuk memasukkannya ke sekolah dasar biasa aku masih ragu. Aku sering mendengar bagaimana anak-anak yang serupa Azzam membuat guru kewalahan. Walaupun tujuan orang tua agar anak bergaul dengan yang 'normal/non-ABK' aku kok ya cenderung kasihan lihat gurunya hiks..

Di Pariaman belum ada SD yang mengikrarkan lembaganya  sebagai sekolah inklusi dimana anak ABK bisa bersekolah di sana. Dan di SDIT tempat abang kakak Azzam  sekolah, belum menerima ABK karena mencari shadow teacher bukan hal yang mudah pula ternyata.  

SLBN 1 Sumatera Barat ini bukanlah hal asing bagi kami. Karena letaknya hanya sekitar 300 meter dari rumah kami di Kampung Baru. Sekolah ini hampir tiap hari kami lewati dan juga tempat Azzam biasa bermain di sore hari. Bisalah jalan kaki saking dekatnya. 

Jadi, ini pertimbanganku memilih  SLB:

1. SLBN 1 ini membuka layanan semua ketunaan dan semua jenjang dari SD hingga SMA. Disana juga dibuka kelas individual untuk anak yang masih perlu penanganan khusus.

2. Sesudah mendaftar, Azzam di asesmen oleh pihak sekolah dan ditempatkan di kelas individual karena masih sangat aktif. Azzam hanya belajar sendiri dengan 1 guru di kelas. Nanti sesudah perkembangannya lebih baik mungkin Azzam akan masuk kelas klasikal (yang isinya lebih banyak)

3.Durasi belajar Azzam hanya 1 jam setiap hari dan tak boleh ditunggui orangtua. 

4. Kurikulum Sekolah Luar Biasa tentu tidak sepadat sekolah biasa. Ini penting terutama bagi ABK yang kebutuhannya berbeda. Anak Berkebutuhan Khusus tidak bisa dipaksakan mempelajari semua hal dengan keterbatasan mereka.

5.Guru di SLB merupakan tamatan pendidikan luar biasa yang dirasa lebih mudah memahami ABK dan memperlakukan sesuai kebutuhan anak. Guru Azzam kebetulan adalah guru yang baru pindah kesana karena terekrut PPPK dan sebelumnya adalah guru di SLB swasta di Padang. Sehingga setiap kelas usai kami selalu berdiskusi perkembangan Azzam setiap harinya dan membuatku terkenang masa-masa terapi awal Azzam. Sesi diskusi ini penting bagi orangtua, apalagi aku yang guru PAUD. Waktu kuliah aku pernah mempelajari matkul ABK namun realita dan pemahamannya lebih kompleks ketika kita melihat dan mengalami langsung serta berinteraksi dengan pendidik ABK.

Nah, itu pengalamanku mendampingi Azzam Sang Permata Hatiku.  

Rabu, 06 Desember 2023

Kesempatan kedua di Apresiasi GTK 2023

 Seolah rendezvous, aku menatap Bandara Internasional Minangkabau pagi itu, 20 November 2023. Sementara hiruk pikuk rombongan Apresiasi GTK 2023 Sumatera Barat di sekitarku, sebagian mengobrol dengan ibu Sri Yulianti katua Balai Guru Penggerak (BGP) Sumatera barat yang sengaja hadir demi melepas kami berangkat ke Jakarta. Sebagian rekan tampak berswa foto mengabadikan momen penting ini.

Ingatanku melayang ke November 2021, nyaris di tanggal yang sama. Saat itu aku dengan rasa bahagia membuncah di dada saat ditetapkan sebagai finalis 20 besar Kepala Satuan PAUD Inspiratif dan diundang ke Jakarta. Sebagai insan yang jarang memenangi kompetisi, saat itu tak ada kata yang dapat menggambarkan besarnya hatiku saat berangkat ke Jakarta. dan pagi ini aku juga diantar oleh suami tercinta hingga ke Jakarta. Beda dengan tahun 2021 dimana aku berangkat sendiri sehingga merasa ribet dengan segala prosedur Covid -19 yang pada saat itu masa pmulihan pandemi . Sekarang, kegiatan apresiasi dikeola oleh BGP Provinsi, dan terpilihlah peringkat pertama dari 23 kategori benagkat bersama ke Jakarta membawa nama Sumatera Barat.

Kami tiba siang di Hotel Grand Sahid Jaya di wilayah Suidrman yang merupakan lokasi emas bisnis di ibukota. Sesudah registrasi dan check-in kamar, kami menuju Ballroom untuk kegiata pembukaan. Alhamdulillah sesuai request, aku sekamar dengan Eka Nilawati, Kepala Sekolah TK Anggrek Tanah Datar. Sebenarnya untuk memudahkan komunikasi saja nanti jika kami harus saling mencari untuk berbagi kunci akmar yang cuma satu,hehe

Sore adalah kegiatan pembukaan yang dihadiri sekitar 300-an Kepala Sekolah, pengawas Sekolah dan tenaga kependidikan utusna seluurh provinsi di Indonesia.  Suasama ballroom begitu ramainya dan masih menggambarkan excitednya diriku yang tak dipungkiri masih merasa dada ini penuh ledakan kebahagiaan walaupun esok terbayang akan presentasi di hadapn juri. Sungguh Allah SWT Maha Pemurah mengizinkanku dapat ikut lagi apresiasi tahun ini.

September 2023 adalah awal dimana aku dan rekan-rekan mendapat pengumuman dibukanya apresiasi GTK 2023 ini. Aku yang sudah pernah merasakan lomab hingga ke tingkat pusat termotivasi lagi debgan harapan untuk terpilih kembali. Kami di haruskan membuat sebuah tuisan, video dan mengupload berkas melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM). Memang ada saja inovasi yang diadakan kemdikbud. tahun ini apresiasi dibagi menjai 3 jenis Apresiasi.

Penjuruan di tingkat pusat berlangsung 2 hari yaitu tanggal 21 hingga 22 November. Selagi menunggu  no urut dipanggil tampil, kami mengikuti Bimtek di Ballroom hotel. Kamis, 23 November kami mengikuti City Tour dengan MRT bersama pendamping kami yaitu mbak Aca dari Dirjen KSPSTK. Kami diajak juga ke kantor kemdikbudristek, kantor yang mewadahi segala kegiatan pendidikan semua jenjang. Sebuah pengalaman yang sangat berharga

Suasana kekeluargaan sangat terasa di grup kami, Kepala Satuan PAUD. kami yang berjumlah 19 orang sealu dipenuhi keceriaan sejak hari prtama bertemu. memang benar jika sering berinteraksi dengan anak usia dini, sifat kamipun agak mirip dengan peserta didik kami. maksudnya keceriaanny lho..hehe..

Hingga tiba diumumkan hasil pemenang 5 besar pada jumat malam tanggal 24. kami berkumpul di Ballroom dengan pakaian adat daerah masing-masing. Alhamdulillah,...walaupun namaku tak dipanggil sebagai pemenang 5 besar, hatiku ringan tak merasa sedih. Karena sama seperti tahun 2021 saat dimana seminggu di pertemukan denga orang-orang hebat se Indonesia, pelajaran yang kudapatkan jauuh..lebih berharga dan menjadi bekal pulang. Walaupun di hati besar harapan untuk menang, namun aku sadar semua kehendak Allah.Untuk saat ini Allah belum perkenankan aku untuk masuk k dalamnya.  yang penting Allah memberikan aku penghiburan dan kekuatan di tengah pesimisme yang kadang menghampiri diri.

Jumat, 09 Desember 2022

Rinjani, Dekat di Hati Jauh di Kaki

 Perjalanan ke Rinjani ada adalah idaman di hati sejak tahun 2017

Kala itu suami mendaki kesana dan pamer foto yang semuanya indah serta menakjubkan!

Masya Allah..cantik benar pemandangannya. 

Sejak itu, setiap dia  mengajak naik gunung, aku menjawab: Oke, tapi maunya ke Rinjani!

Akhirnya sering nonton Youtube tentang pendakian Rinjani. Makin kuat deh keinginan. Tapi yah mesti nabung dulu, secara kan gunung cantik itu nun jauh di sana. Mahal diongkos. Juga persiapan lainnya karena mesti meninggalkan anak di rumah.

Perjalanan ke Lombok dikabulkan Allah SWT di Agustus 2022.

Kebetulan nih, aku ulang tahun ke 42 (hampir lansia..hihi..)

Keberangkatan kami dimulai 31 Agustus 2022, berangkat pukul 07.00 ke Lombok  diselingi transit dulu di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng.

Alhamdulillah sesudah dua kali penerbangan, kami sampai pukul 11.00 di Bandara Lombok Praya.

Kami memutuskan berkeliling dulu , berwisata sebelum mendaki gunung. Karena biasanya kalau turun gunung kaki sakit dan kram, wkkwkw..

Sabtu, 3 September 2022 kami bersama Eko, sang guide yang membantu pengurusan persyaratan administrasi (termasuk registrasi online), bagi kamu yang ada niat nanjak ke Rinjani jangan lupa registrasi online dulu yah, nanti di pos kamu mesti daftar ulang lagi. Juga diwajibkan menyertakan bukti kesehatan baik yang bisa kamu dapatkan ke puskesmas terdekat atau kalau pakai agen travel sih nanti difasilitasi.  Ini sebagai  sebagai syarat wajib mendaki lho,  pastikan fisikmu baik.

Sesudah kelar  lalu registrasi ulang di pos kami  langsung dibawa menuju pos awal (istilah di sini kandang sapi).




 

Demi menghemat tenagaku yang sangaaat pemula sekali,hihi..dari 'Kandang Sapi''' kami naik ojek yang setiap orang mesti bayar 175 Ribu Rupiah. Lumayan menghemat perjalanan 3 jam . Ojek mesti Nge-Traill di jalur yang mendaki selama 30 menit. Sepanjang jalan itu kami melewati para pendaki yang berjalan. Wadaww..sudah terlihat kepayahan mereka. Untung aku pakai ojek.hehe.Jalur menuju pos 1 dan 2 melewati setengah bagian hutan .Lumayan masih banyak pohon sehingga terasa teduh.


 

Kami di turunkan ojek di Pos 2. Nahh..perjalanan dengan kaki pun dimulai.


 

Waktu menunjukkan pukul 10 saat kami mulai menapak. Cuaca cerah dan berjalan di tengah savana, atau padang rumput sepanjang jalan. Nafasku mulai ngos-ngosan dan kaki yang jarang pemanasan makin terasa berat. Untung pemandangan indahnya membuat takjub kemana mata memandang sehingga memberi hiburan di hati ini. Air minum yang terhubung dengan selang di punggungku semakin berkurang. Bayangkan....nafas terasa sesak dan tenggorokan kering. 


 

Mendaki gunung memang tak ada enaknya...tentu saja..gak aku aja tentunya. Rekan seperjalanan pun begitu. Bule pun begitu. Tapi bedanya mereka masih muda-muda . tapi hatiku lebih trenyuh melihat para potter yang berpapasan dengan   membawa keranjang penuh barang pendaki di punggungnya. Sembari berjalan dengan Eko kami banyak mendapat info, bahwa selama pandemi Covid-19, para potter malah kehilangan sumber penghasilan. Pendakian dibatasi, wisatawan tidak ada, mereka pun menganggur. Padahal itulah sumber penghasilan mereka selama ini. Jadi walaupun mereka terlihat lelah, tapi dalam tangisku aku tersenyu melihat kegigihan mereka.

Sepanjang perjalanan bukanlah mudah. Fisik yang hampir menyerah, lelah dan letih. Untung semangat masih membara.

Pemirsa mau tau bagaimana aku bisa tetap pantang menyerah? 

Aku selalu berdialog dengan diriku.Sebelum mendaki ini, aku mengalami kondisi psikologis yang pernah membuatku menangis kencang. Asa dan tekadku yang terasa menipis dalam mengelola sekolah PAUD yang kupunya membuatku hampir menyerah . Banyaknya  tantangan yang menguji keikhlasan dalam beramal. Pernah aku menyalahkan keadaan namun suatu kejadian itu membuatku sadar bahwa Allah selalu ada dan tak meninggalkanku. Ada saja solusi yang tak terduga yang dikirim Allah.

Hal itu salah satu yang menguatkanku selama pendakian. Bahwa dalam rasa gundah dan sedihku, Allah berikan kekuatan jiwa dan berkat.Kadang aku komat-kamit sendiri, tersenyum sendiri, mengusap airmata sendiri. Bang suami dan guide sibuk mengobrol, mereka gak liat,hehe

Selain itu aku sadar sepenuhnya bahwa perjalanan ke Lombok ini bukanlah mudah. Mahal diongkos dan mesti meninggalkan Azzam bersama neneknya di rumah. Untuk ke sini lagi entah kapan lagi. Mengingat itu aku bertekad untuk tidak menyerah,kan nanti menyesal dan terbayang-bayang..ye kaann..

Alhamdulillah...tepat saat ashar, kami sampai di Pelawangan, dikenal sebagai tempat kemping para pendaki sebelum ke puncak. Pelawangan merupakan dataran yang memanjang dengan lembah dan jurang di bawahnya. Dari sana sebenanrnya tampak Danau Segara Anak, namun pas kami di sana, kabut mulai muncul.Tenda sudah tegak dipasang Mas Hari , potter kami yang telah duluan melesat ke puncak.

Bersyukurnya aku, sampai dengan sehat dan tetap semangat walau badan letih.

Nah..sampai di tenda, kami masih sempat menyaksikan matahari tenggelam sambil makan goreng pisang dan gelappun lalu menyelimuti Rinjani...




 

Malam hari suasana sekitar Pelawangan camp sangat ramai..tenda sebelah kami beberapa bule yang masih muda. Sambil berbaring di tenda aku nguping mereka ngobrol cukup jelas. Sedangkan suami masih ngobrol di luar tenda. Aku memilih selimutan mengusir dingin sambil main hp.

"Cukup sampai di sini sajalah,"Kataku saat ditanya apakah esok ke puncak (summit)

''Capek dan rasanya gak sanggup''Tambahku lagi mengingat esok harus bangun jam 1 pagi supaya sampai puncak tidak kesiangan.

Ya iyalah..sudah makan, santai dan selimutan, rasa malaspun mendera.

Tapi sebenarnya penasaran, karena kabut tebal di Pelawangan ini , Danau Segara Anak belum  terlihat. 

" Istirahat saja dulu, kita lihat kondisi besok"Kata suami

Aku pun tidur dengan tidak berniat ke puncak.

Tapi tak kusangka, aku terbangun dengan badan segar bugar karena mendengar keramaian orang lewat depan tenda. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 01 dinihari.Pantas orang sudah mulai naik.

Tiba-tiba semangatku muncul. Membayangkan rasa penasaran belum melihat danau.

"Yoklah, kita naik, tapi sampai dimana sanggupnya aja yaa.."

Okeee..

Kami memasang perlengkapan terutama Headlamp, memasang geiter untuk menghalangi pasir masuk sepatu (ini penting sekalii...)

Di awali dengan doá bersama kami bertiga melangkah menuju puncak dan sepertinya kami rombongan terakhir. Di atas sana kerlap kerlip lampu pendaki seperti bintang berpendaran.



 Walaupun Eko sudah menggambarkan rute berpasir yang akan kami lalui tapi terasa beraaatt sekali. Istilahnya melangkah satu langkah, turun dua langkah. Jalur mendaki curam dan penuh pasir yang saking lembutnya serasa sepatu melesak masuk ke dlam pasir itu.Dengan bantuan tongkat mendaki langkah demi langkah kupaksakan naik di tengah gelap. Satu dua pendaki berpapasan, ada yang menyerah dan memilih turun. Seorang ibu melangkah turun dibimbing teman atau suaminya sepertinya  tidak sanggup lagi.Melihat itu entah kenapa, semangatku semakin membara.

Suami terus menyemangati dan sabar menunggu saatku berhenti istirahat (dan ini sering..setiap 5 langkah pasti berhenti saking gak kuatnya).

Gambaran danau yang indah sudah di depan mata.

Alhamdulillah..setelah hampir 4 jam berjalan ,tepat fajar menyingsing kami tiba di jalur datar atau punggung Rinjani. Langit memerah dan dari kejauhan matahari mulai tampak. Kami shalat Subuh di atas tanah sesudah tayammum .

Kami menikmati matahari perlahan naik dan MasyaAllah Danau Segara Anak pun tampak di bawah sana. 

Hatiku diliputi kebahagiaan..dada rasanya mengembang penuh saking terpesonanya. Tapi aku gak menangis, karena tangisku sudah kuangsur selama mendaki kemarin hihi..

Tak lupa puas-puasin foto-foto. Tentu saja untuk foto couple, Eko yang masih jomblo jadi fotografernya. Dia hanya bisa tertawa protes ngiri menertawakan pasangan yang sesudah 18 tahun ini bisa juga pergi mendaki berdua. 

Terlihat di foto ini,  nun jauh di   seberang  laut tampak Pulau Sumbawa dan Gunung Tambora-nya serta di sisi lain Pulau Bali dengan Gunung Agung dan Gunung Batur. 


Pak Suami dan Eko di belakangnya.


Foto ku dnegan latar Gunung Barujari yang berasap

Di foto di bawah ini, di belakangku adalah puncak Rinjani yang jika kami menuju perlu waktu sekitar 2-3 jam lagi dan tenaga yang setrong.



Mojok berdua, Eko fotoin sambil protes! Sorry Eko.
Foto hits ,sekalinya pose begini kayak mau terjun.hee..

Foto Berdua dengan latar Danau Segara Anak dengan gunung kecil "Barujari" yang dikenal juga dengan nama anak Rinjani. Danau itu sebenanrnya Kaldera atau kawah Rinjani yang mungkin terbentuk akibat letusan masa lampau 

Hari mulai terang, kami terus berjalan katanya menuju puncak kita mesti berjalan selama 3 jam lagi.

Hatiku mulai goyah .  Jalur di punggung Rinjani sangat ekstrim. Lebar jalan hanya setengah meter dan kanan kiri jurang menunjukkan bukit di bawahnya. Terus terang aku gamang, tidak berani melihat ke bawah . Hatiku berkata-kata. Apakah aku sanggup melewati jalur di atas sana? Akhirnya kuputuskan aku hanya sampai di sini. Bagiku ini pun sudah cukup indah. Dengan tanpa menyesal, aku menguatkan tekad, aku mesti banyak bersyukur walaupun hanya sampai di sini. Kedua rekankupun sepakat. 

Di tengah hari yang mulai panas kami turun sambil tetap menikmati rimbunan Edelweiss sepanjang jalur. Masya Allah...aku takjub melihat jalur yang kami lalui dalam gelap tadi. Sepatu tertimbun pasir lembut.Tapi karena jalur turun, malahan kami bisa berlarian dan seluncuran seperti di arena ski  haha..








 

Sesudah istirahat sebentar di tenda, kami pun kembali turun ke Sembalun.Pendaki lain biasanya memilih lanjut ke Danau Segara Anak dan nge-camp di sana sebelum turun lewat jalur lain yang berakhir di Desa Torean.Karena barang kami ada di Homestay, kami mesti turun kembali ke sana. Dan hanya 2 tim yang terlihat turun ke jalur ini kembali.

Alhamdulillah...lega rasanya tiba kembali di bawah dan bisa beristirahat malam itu dengan perasaan puas. Aku berterimakasih kepada Allah SWT dan khususnya diriku sendiri yang bisa membuktikan diriku bisa melewati rintangan. Yang tak kalah hebat tentu tim seperjalananku yang sangat pengertian. Ikut bertakbir saat aku takbir melawan lelah dan ikut menyemangati dengan perlakuan bahwa aku mampu. 

Semoga suatu saat bisa kembali lagi kesana

Rinjani..panggil aku lagi dooong..





 


Yang abadi dalam do'aku

 Kepada lelaki yang telah berada di sisiku 21 tahun, aku bercerita tentang seorang lelaki yang selalu di hatiku selama 46 tahun ini. Dia aya...