Kenapa
denganmu D ??
Sebuah kabar
menyedihkan kuterima pagi itu
Saat proses
pembelajaran PAUD ALBANA hari itu
selesai,sambil menunggu anak-anak dijemput orangtuanya.Salah seorang wali murid
yang hendak menjemput anaknya bercerita,saat di perjalanan menuju ke sini dia
berpapasan dengan ‘D’,seorang anak klas 1 SD yang pernah belajar di Paud Albana
2 tahun yang lalu.Dilihatnya,’D’ sedang
menangis terisak sambil terduduk di tepi jalan.Masih dengan seragam sekolahnya.
Wali murid tadi mengenal ‘D’ karena dia berteman dengan ibu D.Sesudah ditanya
dengan cara baik-baik,D bercerita bahwa ia takut pulang ke rumah.Sebabnya
adalah,tadi hasil ulangannya mendapat nilai 4.Dia takut pulang,karena ibunya
mengancam akan memukulnya jika nilainya rendah. Wali murid tadi berusaha
membujuk D untuk diantar pulang dan dibantu menjelaskan ke ibunya tentang
nilainya.Tapi D tetap tidak mau dan bertahan di tepi jalan.
Sesak rasanya
dada mendengarkan cerita tadi.Sesak dan juga geram pada perilaku orangtua
seperti itu.Dengan ambisinya agar anak pintar tetapi dengan cara
pemaksaan.Masih banyak orangtua-orangtua seperti ini di sekitar kita.Menerapkan
punishment tidak pada tempat dan masanya.
Ambisi orangtua D memang tampak saat D belajar di
Paud Albana. Ketika akhir tahun pembelajaran,dia meminta agar anaknya
diluluskan dan diberi ijazah karena menurutnya D akan dimasukkan ke SD.Karena
usianya belum genap 6 tahun (sesuai persyaratan dari pemerintah untuk syarat
masuk SD).Dan menurut pemantauan kami pada perkembangan kematangan D selama di
paud,terlalu dini memasukkan D ke SD karena beberapa kemampuannya belum
tercapai.Akhirnya D dipindahkan orangtuanya ke TK lain karena sesudah di bawa
mendaftar ke SD,pihak SD pun belum mau menerima.
Kini D sudah SD.
Dan dia mengalami perlakuan ini.
Semua orangtua
ingin anaknya pintar,cerdas.Orangtua manapun pasti menginginkan hal serupa.Tapi
mungkin,cara yang kita lakukan terlalu menyamakan standar.Kita ingin anak kita
seperti anak si Anu,anak si Inu,anak si Una padahal tiap anak berbeda
kemampuannya.Dan kemampuan itu bisa ditingkatkan jika diiringi dengan stimulus yang tepat dan suasana belajar yang
menyenangkan.
Bagaimana
belajar anak akan menyenangkan jika dia diancam hanya karena nilai-nilai yang
jadi standar kebanyakan orangtua??Bukankah dia akan trauma dan menganggap
proses belajar menjadi sesuatu yang menakutkan??Apakah nilai kepintaran hanya
ditunjukkan pada selembar kertas hasil ujian??
Ketika hendak
pulang menuju rumah,dari spion angkutan yang melaju kencang aku menangkap sosok
itu,D yang berjalan pelan sambil tertunduk.Mungkin di dadanya penuh dengan
ketakutan menunggu ancaman apa yang akan diterima di rumah.Aku hanya mampu
mengikuti bayangannya menjauh dari pandangan,dengan tekad suatu waktu akan
mendatangi orangtuanya secepatnya,seblum timbul masalah yang lebih besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar