Kepada lelaki yang telah berada di sisiku 21 tahun, aku bercerita tentang seorang lelaki yang selalu di hatiku selama 46 tahun ini.
Dia ayahku, yang namanya, kisah dengannya selalu terucap dan terkenang. Tepat hari ini, 11 Agustus sudah 6 tahun ayah berpulang ke sisi Allah. Kepergian yang mendadak namun bagiku indah. Bagaimana tidak, ayah pergi selamanya sesaat setelah berbuka puasa Arafah di 9 Dzulhijjah. Sesudah berbuka puasa sekedarnya, langsung sholat maghrib ke mesjid. Di saat maghrib,adik yang menyusul ke mesjid mengaami kecelakaan, ayah syok. Malam dia masih emngurus adik di rumah sakit. Subuh Ayah pergi selamanya.Dia berpulang entahlah itu karena penyakit penyebabanya namun kepergiannya dengan cara cepat membuatku pingin nantinya meninggal seperti beliau. Bagiku, kepergiannya indah dan insyaAllah husnul khatimah,walau bagi yang ditinggalkan sangat mengagetkan.
Meninggal di waktu subuh dan dimakamkan sesudah ashar. Hanya hitungan hari, ia tiada di dunia secepat itu. Hanya aku menangis karena hadir saat ia sudah di dalam lahat, ku meraung di atas tanah kuburan yang masih basah. terlihat menyedihkan..yaa..sangat menyedihkan. Walau tak bertemu jasadnya terakhir kali namun aku tak marah, ayah adalah orang yang pasti mengedepankan aturan agama. Pasti ia pun setuju untuk dimakamkan tanpa menunggu anaknya ini menunggu pesawat yang hanya terbang sekali sehari dari Padang.
Sampai kini segala proses kepergiannya sudah tertata ikhlas karena esensi keberadaanya abadi dalam hati.
Jika berbicara tentang ayah, satu kata dariku bahwa dia adalah guru. Guru yang terkadang tega dan tegas namun pemilik hati lembut.Dalam ingatanku, tak pernah sekalipun ayah memukulku atau melakukan kekerasan,mencubit,memukul. Atau pernah masa kecilku dalam rangka mendidikku?, namun jujur tak pernah lekat dalam memoriku.
Dari cerita yang kudengar bahwa kehadiranku sebagai anak kedua dan perempuan pertama sangat membuatnya bahagia. Mbu Dewi (adik ayah) pernah cerita:
'Waktu pipit bayi, ayah paling cerewet kalau memandikan anaknya ini harus dipastikan nyaman, mesti air yang hangat'
'Waktu pipit lulus UMPTN ke Padang, ayah bilang sama mbu untuk menanyakan apa Pipit kuat merantau?atau kuliah yang dekat saja?'
Begitulah ayah. Dia di depanku sok kuat. Tapi ketika menikahkanku di Tahun 2004, dia lah yang menangis meraung sesaat sesudah akad. Apakah itu bahasanya menanyakan: apakah nanti Pipit bahagia?Apakah suami Pipit bisa dipercaya memegang amanah selanjutnya menjaga anak ayah?
Perhatiannya, pujiannya tak pernah diucapkan secara langsung padaku. Saat aku pulang liburan kuliah semester pertama, dia berujar pada mamak:
'Mungkin cuaca di Padang itu bikin keringat keluar dan kulit bersih '
Tapi aku tau itu caranya mengomentari kulitku yang tampaknya jadi agak cerah sejak tinggal di Padang
'Sambal ini gimana bikinnya, kayaknya enak' komentarnya pada mamakku saat kami makan dimana sambalado ikan teri buatanku sedang dimakannya.
Bagi ayah seperti ada gengsi memuji langsung, mungkin tau anaknya ini pantang dipuji kali.Ahay..
Tapi kalau memarahi dia tak pernah pakai kiasan.langsung aja ngasih nasihat seperti perlakuannya pada semua anak-anaknya.
Dia juga yang pernah memarahiku karena kebiasaan membantah yang kupunya.Masa ABG ku adalah masa sering membantah kata2 orang kalau aku tak setuju. Apatah itu orang lebih tua. Aku ingat pernah didamaikan dengan seorang nenek-nenek karena kata-kataku membuat orang itu sakit hati. Ayah sering mengingatkanku akan kebiasaan jelek itu.
Makanya aku heran pada diriku sekarang, kok aku bisa seperti sekarang kata orang sebagai orang yang santun dan memahami orang? itu adalah didikan ayahku, padahal terkadang sifat lama itu masih keluar. Bagi yang pernah tersinggung oleh kata2ku namun aku tak minta maaf , yakinlah itu memang kukatakan agar aku puas. Nah, kalau mendengar ini pasti ayah akan marah.
Pernah ayah menasehati tentang pentingnya jaga kesehatan, spontan aku nyeletuk:'Ayah cuma menasehati tapi ayah kok masih merokok?itu kan mmerusak kesehatan paling parah' dan dia terdiam.
Kebiasaan merokoknya inilah yang sering kukomplain.Walaupun ia berusaha berhenti, seperti perokok umumnya di akhir usia dapat penyakit.
Ayah yang kutau paling malas berurusan dengan rumah sakit . Di badannya ada penyakit namun tak pernahd iseriusi untuk diperiksa. Jika berandai boleh, inginku memaksanya berobat untuk memeriksa lebih lanjut tentang kondisi kesehatannya.
Namun semua sudah berlalu, ayah sudah mendahului ke kampung abadi. Seperti kata mamak, kita harus ikhlas, itu adalah jalannya untuk peprgi duluan,kita semua akan menyusul.
Ayah kadang berfikir dan bertindak tak seperti orang kebanyakan. Dia naik haji, ya pergi saja. Berangkat haji itu tak perlu disiar-siarkan, tradisi pelepasan penayambutan, ditepung tawari, baginya itu formalitas. Esensi naik haji itu menjadikan orang menjadi makin takwa bukan pada pandangan orang lain.Begitu katanya.
Saat rindu, aku sering memutar lagu klasik melayu kesukaannya dan juga kesukaanku karena sering diputar ayah. Ayah yang melanglangbuana merantau memiliki kesukaan akan lagu dan suka berfoto. Dan itu menjadi hobbi ku juga sekarang.
Aku pastinya ingin berkumpul nanti di akhirat dengan mereka yang kucintai, selalu kupanggil namanya dalam do'a-do'aku.
Dan pada suamiku sering kulontarkan bahwa sifatnya kadang seperti ayah, prinsip gengsiannya persis seperti ayah dan postur tubuhnya pun mirip seperti ayah. Dia lah lelaki yang juga kucintai seperti aku mencintai ayah
Lauhul fatihah Allahyarham Abdul Azis Angkat