Liburan awal tahun kami agendakan ke Kota Sawahlunto, masih di provinsi Sumatera Barat.Perjalanan kami awali dari Kota Pariaman pada pukul 08.00 hari Kamis, 2 Januari 2020.
Perjalanan via Padang panjang-Pariangan-Batu Sangkar-Padang ganting-Talawi-Sawahlunto memakan waktu lebih kurang 3 jam jika tidak terkena macet.
Tujuan pertama kami ke kompleks wisata Kandi,dimana di sana ada Danau Kandi dan Kebun Margasatwa.
Hewan di sana sudah mulai kurang lengkap , dilihat dari beberapa kandang yang telah kosong.Setelah mengenali beberapa hewan koleksi,kami menghabiskan waktu di Danau Kandi,naik perahu mengelilingi danau per orang 15.000 rupiah.Kompleks wisata Kandi diresmikan tahun 2006 pada masa pemerintahan Walikota Amran Nur.
Gebrakan wisata di Kota Sawahlunto terkait dengan mulai matinya penambangan seiring sumberdaya batubara yang menipis untuk digali.
Wisata Kandi memang terkenal pada awalnya.Termasuk waterboom di Muaro Kalaban.Tapi seiring waktu,pusat wisata ini harus dibenahi kembali agar makin semarak.
Tapi Danau Kandi masih menggambarkan sejuknya pinggiran Kota Sawahlunto
Kami lanjutkan perjalanan menuju Puncak Cemara.Puncak ini sebenarnya ketinggian sebelum kita menuruni bukit menuju Kota Sawahlunto.Lokasi sudah di set sedemikian rupa dengan menyediakan spot selfi dengan latar Kota Sawahlunto.Kita diminta karcis 4000 rupiah per orang.
puas memandangi hamparann kota di bawah sana,kami lanjutkan menuju kota Sawahlunto melalui jalan alternatif menuruni bukit yang akhirnya akan melewati Museum Gudang Ransum.
Karena waktu zuhur sudah masuk,kami memutuskan untuk shalat dulu di mesjid yang menaranya terlihat menjulang dari puncak cemara.Mudah mencarinya,karena puncak menara terlihat dari jauh.
Mesjid tersebut ternyata sudah cukup tua,dilihat dari bangunannya yang bernuansa abad ke 19.Namanya Mesjid Agung Nurul Islam.Tapi aku tak menemukan catatan mengenai riwayat bangunan ini di sana.
Siang kami lanjutkan mengelilingi Kota Sawahlunto.Bangunan tua peninggalan Belanda masih banyak yang utuh dan telah beralih fungsi menjadi toko atau perkantoran.Kesan yang sama kudapati saat melintasi jalan Braga, Bandung.Mungkin karena kota ini dahulunya dihuni mereka dan segala aktivitas mereka diwadahi oleh bangunan yang mereka buat.Contoh salah satunya Gedung pertemuan yang biasa dipakai mereka berpesta dan berkumpul.Letaknya strategis di persimpangan jalan utama kota ini.
Sisa kejayaan kota tambang ini dapat kita lihat juga dari bangunan tua PT yang dulunya mengelola batubara dari penambangan hingga pendistribusiannya.
Kami tiba di Museum Gudang Ransum.Catatn sejarah menerangkan bahwasanya dahulu bangunan ini adalah dapur yang menyediakan makanan /ransum bagi karyawan dan orang rantai (sebutan bagi pekerja tambang).Di sana banyak sisa peninggalan berupa kuali ,dandang,piring,replika menu makanan dan peralatan makan lainnya.Peralatan masak ukurannya sangat besar karena jumlah makanan yang dimasak banyak.Terdapat juga foto asli yang menunjukkan bagaimana kondisi orang pribumi yang dijadikan pekerja tambang dan dapur.
Terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar